Nene Yakob

Spread the love
Aris Woghe (Foto: Doc. HD)

Oleh: Aris Woghe*

Pater Johan Jakob Kรถberl, SVD yang selanjutnya disebut Nene Yakob lahir di Austria tanggal 17 Juli 1890. Ia menerima tahbisan imamat di Gereja Mรถdling pada tanggal 23 September 1916. Karya-karyanya tercatat dalam sejarah perkembangan Paroki Mangulewa dan meninggalkan kesan yang tak lekang oleh waktu.

Ia pertama kali tiba di tanah misi Flores tahun 1919. Tahun 1921 Nene Yakob bertugas di Stasi Nele, Maumere. Pada tahun 1925, ia dipindahkan ke stasi Todabelu dan sejak itu, beliau mulai dekat dengan orang Mangulewa. Sebelum menjadi paroki sendiri di Tahun 1930, Mangulewa bergabung dengan stasi induk Todabelu. Tentang proses kepindahannya dari Nele ke Todabelu, menyisakan sedikit masalah yang disebut dengan โ€œNele Affairโ€.

Dikisahkan, ada seorang kapten Belanda yang terlibat masalah dalam hubungan dengan seorang anak perempuan. Nene Yakob, yang juga adalah teman sang kapten, dituduh menyelamatkan pelaku. Tuduhan itu dilontarkan oleh masyarakat dan terdengar sampai ke telinga Mgr. Verstraelen. Demi menyelamatkan situasi, Residen Schultz menyarankan agar Nenek Yakob dipindahkan ke tempat lain.

Pada bulan Januari 1925, Mgr. Verstraelen memerintahkan agar Nene Yakob meninggalkan Nele dan pindah ke Todabelu tetapi Nene Yakob memilih untuk tinggal di Lela hingga bulan Agustus. Karena itu pada bulan yang sama, di Ndona diadakan pertemuan untuk membahas persoalan ini. Oleh karena desakan yang kuat, Nene Yakob akhirnya pindah ke Todabelu. Namun, di balik kepindahannya ini, beberapa pihak menyatakan bahwa tuduhan terhadap Nene Yakob ini tidak berdasar dan hanya untuk memenuhi permintaan Residen.

Berdasarkan buku induk Paroki Mater Dolorosa Mangulewa, Nene Yakob mulai berkarya dan mempermandikan orang Mangulewa sejak tahun 1925 hingga tahun 1938. Bersama Pater Herman Hellinge, SVD yang merupakan perintis kekatolikan di Mangulewa, Nene Yakob bahu-membahu dibantu para katekis atau guru agama seperti Philipus Ngei, Laurensius Da Costa, Pius Pati, dll. Setelah Pater Hellinge meninggal tahun 1930, kerja pastoral di Mangulewa dilakukan oleh Nenek Yakob, P. Paul Arndt, SVD, Pater Hermens, SVD, Pater George, P. Leo Vogts, dkk. Sejak tahun 1939-1952, nama Nene Yakob tidak tercantum dalam catatan karya pastoral di Mangulewa. Apakah kembali ke Eropa dan tidak pulang-pulang akibat pendudukan Jepang di Flores? Ataukah ikut dibuang dan diasingkan ke Makassar bersama para misionaris lainnya? Yang jelas, selama pendudukan Jepang, umat di Mangulewa hanya dilayani oleh Pater Philipus Kyuono asal Jepang dan P. Frans Cornelissen, SVD selain para guru agama serta katekis.

Tahun 1953 hingga 1972 adalah periode kedua kebersamaan Nene Yakob bersama orang Mangulewa. Pada tahun 1965, Nene Yakob merayakan pesta emas imamat di Mangulewa. Tentang perayaan pesta emasnya, diceritakan bahwa setiap kampung membawa satu ekor kerbau ke paroki dan setelah diperlihatkan kepada khalayak, kerbau tersebut dibawa pulang untuk disembelih di masing-masing kampung. Umat merayakan pesta ini dengan makan bersama daging kerbau di kampungnya masing-masing.

Menurut kisah dari Agustina Bakker-Kapu yang pernah berkunjung ke makam Nene Yakob di Austria dan ngobrol dengan seorang misionaris SVD yang tinggal bersama Nene Yakob di masa tua, Nene Yakob terpaksa pulang dan tinggal di Missionhaus St. Gabriel, Austria, sebuah biara tempat peristirahatan untuk para misionaris SVD yang baru pulang dari tanah misi. Diceritakan bahwa Nene Yakob sesungguhnya ingin menghembuskan nafas terakhir di Mangulewa dan sebagai orang Mangulewa. Setiap kali bercerita tentang Mangulewa kepada rekan-rekan SVD di Austria, ia selalu bercerita dengan bangga dan rasa rindu yang tertahan.

Namun, keinginannya tidak kesampaian. Ia diperintahkan untuk pulang ke Eropa dengan alasan sakit. Nene Yakob mengajukan protes karena merasa dirinya sehat dan masih kuat. Kepulangan Nene Yakob tak lepas dari politik. Di zaman Orde Baru, pemerintah tidak pernah secara sungguh-sungguh mengurus permohonan pindah kewarganegaraan para misionaris. Sebagai contoh, dari semua misionaris Polandia di Flores yang mengajukan permohonan, hanya satu saja yang diberi kewarganegaraan Indonesia yakni P. Wlodzimierz Gorgon, SVD.

Nene Yakob saat memberikan kursus perkawinan di Gereja Todabelu (Foto: koleksi pribadi Aris Woghe)

Nene Yakob menghembuskan nafas terakhir di Missionhaus St. Gabriel, Austria pada tanggal 7 Desember 1988 dan dikuburkan di Gabrielstrassse 171 Kota Mรถdling. Tidak banyak orang yang mengantar Nene Yakob ke tempat peristirahatannnya yang terakhir. Kepada seorang ibu yang merawat Nene Yakob di masa tua, dititipkan beberapa album foto dan beberapa tahun kemudian, album foto tersebut dititipkan kepada seorang misionaris SVD asal Flores yang bertugas di Eropa. Semoga foto-foto tersebut, suatu saat tiba di Mangulewa agar sejarah terus mencatat bahwa dulu, ada seorang asal Austria yang telah memberikan segalanya demi orang Mangulewa.

Ada banyak cerita yang terus beredar hingga sekarang, seperti apa cintanya pada orang Mangulewa. Pendidikan, khususnya SR Mangulewa dan SDK Mangulewa II tidak lepas dari sentuhannya. Pemenuhan kebutuhan sandang anak sekolah, perumahan untuk umat, air bersih Wolo Rea, dan rumah ibadah merupakan sebagian kerja besar yang dikenang selain hal-hal kecil seperti membagikan baju, permen, dan susu untuk anak-anak kecil dan anak sekolah. Pernah pada pesta sambut baru tahun 1950-an, Nene Yakob membunuh seekor kerbau untuk makan bersama di sekolah bersama murid-murid yang baru saja menerima komuni pertama.

Tak banyak orang Mangulewa yang tahu bagaimana Nene Yakob dan para misionaris SVD berjuang keras mendapatkan dana untuk pembangunan wilayah misi. Selain dengan cara sendiri-sendiri, mereka juga mempromosikan Flores, Ngada khususnya, lewat film “Ria Rago” dan “Amorira”. Film-film ini diputar di bioskop-bioskop Eropa untuk menarik hati para donatur. Selain P. Hellinge, SVD, Pater Buis, Bruder Fransiscus, dan Bruder Benedictus, Nene Yakob juga berperan besar dalam pembangunan gereja paroki Mangulewa yang selesai di tahun 1930.

Sebagai tanda cinta dan terima kasih, orang Mangulewa menyiapkan satu tempat khusus di pekuburan umum Mangulewa, untuk lokasi pemakamannya. Lokasi itu urung dipakai untuk memakamkan Nene Yakob, karena di masa tua, ia harus meninggalkan Mangulewa dan umat yang sangat mencintainya. Setelah Nene Yakob pergi, di lokasi tersebut, dimakamkanlah Bapak Yan Roja, sahabat setianya selama bertugas. Demi mengenang jasa Nene Yakob, penerusnya yakni Pater Tadeus Grucha, SVD, mendirikan Yayasan Pembangunan Yakob (YAPEKOB). Hinga saat ini, kisah tentang kebaikan dan pengorbanan Nene Yakob untuk orang Mangulewa terus melegenda.

Sepenggal syair di bawah ini merupakan ungkapan rasa cinta dan kerinduan umat Mangulewa kepada para misionaris yang telah banyak berbuat.

โ€œLeza nenga bo, ngodho Tua Balako
Leza mese zale, ngodho wali Pater Alex
Nene Yakob lama wado, idi kami go roti balok
Oo Nene Yakob lama wado, idi kami go roti balokโ€

*) Penulis adalah anak muda Mangulewa, tinggal di wilayah Paroki Mater Dolorosa Mangulewa.

2 thoughts on “Nene Yakob

  1. Trimakasih, Aris. Kisah mengenang kehadiran dan jasa besar Nene Yakob ini menarik utk disimak. Setidaknya dibaca dg hati sambil mensyukuri semua hal baik yg Nenek Yakob lakukan utk kita umat Allah di paroki Maria Mater Dolorosa. Ingatan saya “sayup-sayup” akan wajah beliau krn ketika beliau meninggalkan Mangulewa (1972) saya masih TK St. Theresia dg guru tercinta kami: mama Ibu Mia Ringa. Namun cerita2 dari orangtua kita ttg Nenek Yakob dan semua kebaikannya masih terus dituturkan sampai saya dewasa — termasuk ttg sumbangan berupa Semen dan Seng utk merampungkan pembangunan “rumah batu” kita orang Mangulewa yg beliau kirim dari tanah airnya. Soal pembangunan sekolah2 bersama P. Hellinge, pembangunan saluran air dari Wolo Rea menuju ke bak-bak penampung yg ada hampir di setiap kampung (tempat kita dhanga papa segu), dan pembangunan gereja yg megah sebelum direnov oleh P. Tadheus Gruca, SVD, pastoran, bengkel, dan biara CIY pasti tidak terlepas dari sentuhan tangan Nenek Yakob. Kita berdoa semoga Allah Bapa yang Maharahim menerima Nenek Yakob dalam pelukan kasihNya di Surga.

  2. Thanx full Aris .. tulisan yg memicu dan memacu kita utk bongkar catatan sejarah n kisah2 seputar Paroki Mangulewa sebelum perayaan 1 abad nnti. Sy akan coba komunikasi dg Pater Anton Dewa yg sedang ada di Austria utk cari tahu “mungkin” ada catatan ttg Nene Yakob. Salam ke Mangulewa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *