
Oleh: Aris Mau Tuba*
Perubahan kurikulum pendidikan di Indonesia, khususnya dengan penerapan Kurikulum Merdeka, menggambarkan semangat untuk menghadirkan sistem pendidikan yang lebih fleksibel dan berorientasi pada pengembangan karakter siswa. Meski demikian, perubahan ini tidak serta-merta bebas dari tantangan, terutama dalam masa transisi yang berhadapan dengan birokrasi dan kebijakan yang sudah lama mengakar.
Dalam UU tentang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 1 butir 19 disebutkan, kurikulum merupakan seperangkat pengaturan dan rencana mengenai tujuan, isi, dan materi pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman kegiatan pembelajaran guna mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum menjadi sangat penting untuk dimiliki setiap sekolah sebagai pedoman bagi para guru. Terutama bagi sekolah-sekolah formal, di mana kurikulum akan menjadi pedoman dan memberikan arah dalam mengajar. Sesuai dengan pengertian kurikulum, yaitu sesuatu yang terencana, maka dalam dunia pendidikan, segala kegiatan siswa dapat diatur dengan sedemikian rupa. Sehingga tujuan adanya pendidikan dapat tercapai. Bahkan, bisa dikatakan jika tanpa kurikulum, maka pembelajaran di sekolah tidak bisa berjalan dengan baik. Sebab segala sesuatu telah tertuang dalam sebuah kurikulum. Tentunya dengan berbagai variasi dan adaptasi.
Pendidikan di Indonesia memiliki sejarah panjang yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk sistem kolonial Belanda, masa kemerdekaan, dan perkembangan kebijakan pendidikan setelahnya.
Berikut adalah beberapa tahapan penting dalam sejarah pendidikan di Indonesia:
Masa Kolonial Belanda
Pada masa kolonial Belanda, pendidikan hanya dapat diakses oleh kalangan elit atau orang-orang tertentu, terutama yang berasal dari keluarga priyayi atau kelas atas. Belanda mendirikan sekolah-sekolah untuk anak-anak Eropa dan kaum pribumi yang dianggap loyal. Pada periode ini juga muncul sekolah-sekolah rakyat yang disebut Volkschool, namun kualitas dan tingkat pendidikan di sekolah ini sangat rendah.
Periode Kemerdekaan (1945)
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, pendidikan menjadi prioritas utama dalam upaya membangun bangsa. Sistem pendidikan mulai dibuka untuk semua golongan masyarakat tanpa pandang ras dan kelas. Pendidikan dasar ditetapkan sebagai hak seluruh warga negara, dengan tujuan menciptakan masyarakat yang cerdas dan berpendidikan.
Perkembangan Sistem Pendidikan pada Era Orde Lama dan Orde Baru
Pada era Orde Lama, Presiden Soekarno menekankan pentingnya pendidikan nasionalis dan patriotik. Sementara itu, pada masa Orde Baru (1966-1998) di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, pemerintah menerapkan kebijakan Wajib Belajar 6 Tahun (yang kemudian diperluas menjadi 9 Tahun). Kurikulum lebih banyak menekankan pada pembangunan ekonomi dan stabilitas sosial, meskipun pada beberapa sisi kurang mengakomodasi kreativitas dan berpikir kritis.
Reformasi dan Era Globalisasi
Setelah reformasi pada tahun 1998, Indonesia mulai mengembangkan sistem pendidikan yang lebih demokratis dan inklusif. Peningkatan kualitas pendidikan dilakukan dengan mengadakan berbagai pembaharuan kurikulum, seperti Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum 2006 (KTSP), Kurikulum 2013, dan Kurikulum Merdeka Belajar. Pemerintah menerapkan kebijakan Wajib Belajar 12 Tahun.
Pendidikan Saat Ini dan Tantangan ke Depan
Pendidikan di Indonesia saat ini mengacu pada Kurikulum Merdeka Belajar, yang lebih berfokus pada pengembangan kompetensi siswa sesuai minat dan bakat mereka. Namun, pendidikan di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, seperti disparitas kualitas antara daerah perkotaan dan pedesaan, keterbatasan akses pendidikan di daerah terpencil, serta ketimpangan fasilitas, dan tenaga pengajar. Pendidikan di Indonesia terus berupaya menyesuaikan diri dengan perkembangan global, termasuk integrasi teknologi dalam pembelajaran, namun tetap dihadapkan pada persoalan mutu dan kesetaraan.
Kurikulum Merdeka: Tujuan dan Harapan
Kurikulum Merdeka adalah respons pemerintah untuk menciptakan pendidikan yang lebih relevan dengan perkembangan zaman, di mana siswa diberikan kebebasan lebih dalam memilih pelajaran sesuai minat dan bakatnya. Ini sejalan dengan semangat Merdeka Belajar, yang bertujuan memberikan keleluasaan kepada guru dan siswa untuk menyesuaikan proses belajar dengan kebutuhan individu, tanpa terlalu terikat pada kurikulum kaku yang seragam.
Tantangan Masa Transisi
Implementasi kurikulum baru ini menuntut adaptasi yang cukup besar baik dari sekolah, guru, maupun siswa. Dalam masa transisi ini, beberapa tantangan utama yang muncul meliputi:
โขKesiapan guru untuk mengadopsi metode pengajaran yang lebih berpusat pada siswa.
โขInfrastruktur yang belum merata, terutama di daerah-daerah yang sulit dijangkau, membuat penerapan pembelajaran yang lebih fleksibel menjadi lebih sulit.
โขEvaluasi pembelajaran, dimana metode penilaian harus lebih berfokus pada proses daripada hasil, memerlukan panduan, dan pemahaman yang mendalam.
Birokrasi: Kendala dan Hambatan
Birokrasi yang ada dalam sistem pendidikan seringkali menjadi tantangan utama dalam perubahan kebijakan. Regulasi yang ada cenderung mempertahankan metode lama, sehingga inovasi pendidikan yang memerlukan adaptasi cepat seringkali terhambat oleh prosedur yang lamban. Para pemangku kepentingan di bidang pendidikan harus bekerja sama untuk menyederhanakan birokrasi dan mendukung implementasi kebijakan yang lebih efektif dan sesuai dengan kebutuhan kurikulum baru ini.
Kebijakan pendidikan masa jabatan Nadiem Makarim di Indonesia, sering dijuluki sebagai “Merdeka Belajar”, fokus pada transformasi sistem pendidikan melalui inovasi, digitalisasi, dan peningkatan pembelajaran. Penerapan kurikulum merdeka belum seutuhnya terlaksana dengan baik dan menyeluruh di Indonesia. Saat ini Indonesia mengalami transisi estafet birokrasi dan restrukturisasi negara mulai dari Presiden hingga berdampak pula pada tubuh kementerian pendidikan.

Kebijakan yang Mendukung Perubahan
Agar perubahan ini efektif, kebijakan pemerintah harus menekankan pada pemberian otonomi lebih luas kepada sekolah dan tenaga pengajar, serta mengalokasikan sumber daya yang memadai untuk pelatihan guru, pengadaan bahan ajar, dan perbaikan infrastruktur. Pelaksanaan Kurikulum Merdeka memerlukan dukungan berkelanjutan dari pemerintah yang baru sebagai bentuk apresiasi kemajuan pendidikan Indonesia yang telah nampak mengalami modernisasi penerapan, walaupun ada minus malumnya.
Kesimpulan
Penerapan Kurikulum Merdeka adalah langkah besar menuju pembelajaran yang lebih personal dan relevan dengan kebutuhan siswa. Namun, tanpa reformasi birokrasi yang mendukung dan kebijakan yang fleksibel, perubahan ini mungkin terhambat dengan perubahan nomenklatur kementerian pendidikan.
Pada kabinet Prabowo-Gibran saat ini, bidang pendidikan dibagi menjadi tiga kementerian terpisah untuk lebih fokus pada masing-masing bidang, yakni: Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah; Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi; serta Kementerian Kebudayaan. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama dari semua pihak agar kurikulum ini tetap menjadi pedoman sistem pendidikan Indonesia.
*) Penulis adalah anak muda Ngada, saat ini mengabdi sebagai tenaga pendidik di SMPS Seminari St. Yohanes Berchmans Mataloko.
Hormat bung Dante Che๐ซ