Gubernur NTT Versi Presentasi Visi-Misi (Evaluasi Debat Cagub NTT, 06/11/2024)

Spread the love
Robert Bala (Foto: Doc. RB)

Oleh: Robert Bala*

Biasanya saya harus mengikuti debat sampai closing statement, agar bisa menulis secara utuh tanpa ada tendensi membela yang satu dan memojokkan yang lain. Kalau pun akhirnya ada kesimpulan yang memuji satu paslon, itu karena didasarkan pada penilaian (yang diusahakan) fair.

Tetapi dalam debat kedua Cagub-Cawagub NTT, pada Rabu, 6 November 2024, saya merasa cukup hanya dengan mendengarkan bagian awal debat, khususnya saat presentasi visi dan misi. Fokus pun tidak pada mendengarkan keseluruhan, tetapi lebih pada cara presentasi. Saya kira, dari cara visualisasi presentasi dengan power point, bisa menjadi pintu masuk untuk menilai ketiga paslon.

Ketiganya mewakili cara tertentu yang bisa saja menggambarkan kekuatan sekaligus dapat menjadi kelemahan. Kalau pun kekuatan, maka hal itu perlu dilanjutkan. Kalau itu jadi kelemahan, maka masih ada waktu memperbaiki.

KPU NTT rupanya memberikan ruang bagi 3 paslon untuk menyiapkan material presentasi. Masing-masing diberi ruang untuk dapat menghadirkan power point untuk memvisuasasi program dan membantu pemirsa memahaminya dengan mudah.

Untuk dapat menilai 3 paslon, tentu agar tidak terkesan sekadar berpihak, maka acuan kita mesti pada Steve Jobs. Carmine Gallo dalam The Innovation Secrets of Steve Jobs (2009), menghadirkan 9 kunci untuk bisa sukses dalam presentasi. Salah satu hal adalah soal slide yang sederhana. Steve Jobs tidak royal dalam menghadirkan gambar (apalagi tulisan). Ia sangat hemat dengan menghadirkan kata-kata yang kuat dan singkat yang diperjelas dengan hanya satu gambar (tidak berlebihan dalam gambar).

Keberhasilan itu kemudian ditambahakn dengan rule of three alias aturan tiga. Dalam sebuah presentasi, jangan bicarakan terlalu banyak karena gampang dilupakan. Lebih dari 3 akan mudah dilupakan dan kurang dari 3 menjadi sangat tidak menarik. Bagi Jobs, cara terbaik adalah membatasi presentasi hanya pada 3 hal yang diharapkan akan diingat oleh pendengar.

Cagub-Cawagub NTT 2024 (Foto: Ist.)

Dalam presentasi visi dan misi, ketiga paslon hadir secara sangat berbeda. Ansy Lema dan Jane cukup mendekati apa yang diharapkan oleh Jobs. Gambar keduanya yang tersenyum, dijadikan sentral yang didukung oleh narasi dari Ansy dan dukungan gerak Jane, memperlihatkan beberapa tulisan singkat.

Cara ini menarik karena dalam sebuah debat yang melelahkan, banyak pemirsa yang hanya akan fokus kepada jagoannya masing-masing dan bertepuk tangan atas apapun yang dikatakan oleh jagoannya. Karena itu, memperpanjang kata-kata hanya akan membosankan. Cara seperti ini yang justru dimanfaatkan secara cerdas oleh Ansy dan Jane.

Presentasi Laka Lena dan Asadoma juga menarik. Keduanya menampilkan data-data yang cukup banyak. Di satu pihak menggambarkan bahwa mereka adalah pasangan yang sangat serius dan komprehensif. Hal ini bisa menimbulkan decak kagum karena memunculkan kesan mereka mau agar apa yang disampaikan ‘tertulis’ dan menjadi kekuatan untuk menuntut mereka kelak.

Pada sisi lain, presentasi seperti ini bisa menjadi kritik terhadap presentasi yang lebih fokus kepada diri (seperti Ansy dan Jane). Ada kesan presentasi Ansy-Jane terlalu retorikal sementara Laka Lena-Asadoma ingin menghadirkan dengan data (meski terkesan berlebihan) yang banyak, agar kemudian dapat lebih dipertanggungjawabkan.

Tetapi bila berpijak pada rule of three, maka apa yang diungkapkan oleh Lala Lena dan Asadoma, terlalu banyak. Pemirsa yang netral akan kesulitan mengingat apa yang dikatakan. Selain itu, data seperti pada Steve Jobs digunakan secara kuat. Dalam salah satu slide-nya, Jobs hanya menulis: 5 M songs purchased and downloaded every day (5 juta lagu dibeli dan di-download setiap hari yang berarti 58 lagu per detik), merupakan contoh betapa angka itu begitu dibatasi agar lebih menarik perhatian.

Dalam arti ini, maka presentasi data yang terlalu banyak dari Laka Lena-Asadoma bisa menjadi ekspresi kelemahan. Hal ini perlu dibenahi dalam presentasi berikutnya.

Hal yang sedikit lebih jauh dari cara presentasi Steve Jobs adalah pasangan Kamlasi-Garu. Penjelasan tentang 3 program Siaga: Siaga Air dan Energi, Siaga Sosial (pendidikan, kesehatan, ekonomi), dan Siaga Tata Kelola Birokrasi dan Hukum, semestinya sangat menarik. Sayangnya, dalam presentasi, model presentasi yang diharapkan masih sangat jauh. Kamlasi-Garu malah menampilkan semua isi yang akan disampaikan bak guru yang mengajar sambil meminta siswanya mencatat semua poin, yang tentu saja sangat menjenuhkan.

Cara presentasi Kamlasi-Garu seperti inilah yang mestinya jadi perhatian. Kalau aspek ini tidak dikemas secara baik, maka pemirsa (rakyat) akan membaca, betapa jauhnya cara menangkap perhatian pemirsa, hal mana berimbas negatif terhadap daya tarik masyarakat.

Cagub-Cawagub NTT 2024 (Foto: Ist.)

Dari segi kerja sama, harus diakui bahwa paslon Ansy-Jane dan Laka Lena-Asadoma cukup menonjol dalam presentasi. Kamlasi dan Garu perlu membenahi model presentasi kalau ingin menarik perhatian kaum milenial dan netizen. Kalau tidak ada pembenahan cukup, maka Kamlasi-Garu akan diterima masyarakat yang ditemui saat kampanye, tetapi masih jauh untuk meyakinkan warga netizen oleh model presentasi yang kurang ‘menggigit’.

Tetapi kembali kepada cara presentasi visi dan misi, tentu apa yang dikatakan di sini bersifat ‘debatable’ alias bisa diperdepatkan. Model presentasi Ansy-Jane bisa saja sangat menyapa generasi milenial dengan kelompok yang tentu saja cukup banyak. Sementara itu pasangan Laka Lena-Asadoma akan sangat menarik perhatian kelompok akal sehat yang lebih melihat manfaat logis daripada debat kusir. Bagi mereka, NTT yang masih jauh dari kekuatan sendiri untuk bisa menghasilkan PAD, harus realistis berharap bantuan dari pusat.

Sementara Kamlasi-Garu bisa saja menangkap perhatian orang-orang desa yang tidak termasuk dua kelompok di atas. Mereka lebih melihat betapa pensiunan dini TNI AD itu rela meninggalkan kenyamanan karir hanya demi membangun NTT.

Dalam arti ini, ketiga paslon ini punya peluang yang sama. Tetapi karena kita di era digital, maka penguasaan teknik dan taktik presentasi dengan daya sebar luas, bukan tak mungkin akan sangat menentukan kemenangan ketimbang cara lainnya. Karena itu, kesediaan untuk lebih melatih diri dalam public speaking dan belajar dari presentasi ‘ala Steve Jobs’ bisa saja membantu di 3 minggu terakhir menjelang Pilkada 27 November 2024 nanti.

*) Diploma Public Speaking (Hablar en Publico), Universidad Complutense de Madrid Spanyol.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *