
Oleh: John Lobo*
Selama dua hari sejak Sabtu hingga Minggu, 2-3 November 2024, saya menyempatkan diri untuk menonton live via media sosial platform Facebook, pertandingan Liga Anak U-11 Zona NTT. Klimaks laga mempertemukan ABRU FC dari Manggarai kontra SSB Putra Nagekeo yang merupakan klub internal dari Nirwana FC.
Hasilnya sudah diketahui oleh khalayak, di mana ABRU FC berhasil mengalahkan Putra Nagekeo sekaligus menghantar klub asal Kampung Umung Satar Mese itu menjadi juara dan menjadi wakil NTT dalam seri nasional di Solo Jawa Tengah.
Hal yang menggelitik saya saat menyaksikan pertandingan secara live adalah suara instruksi ‘pres’ dan ‘hantam’ kepada para pemain usia belia entah dari pelatih, ofisial tim atau orang tua pemain yang membuat suasana pertandingan menjadi penuh gegap gempita. ‘Pres’ dimaknai sebagai perintah untuk menekan lawan dan ‘hantam’ bisa dipahami dalam banyak arti seperti pukul, tabrak, langgar, hajar, gasak, dll.
Pembinaan dan pertandingan sepak bola usia dini memiliki tiga tahapan atau jenjang antara lain: usia 6-12 tahun (Grassroot), usia 13-15 tahun (Youth Formative Phase), dan usia 16-19 tahun (Youth Final Phase). Berdasarkan filosofi grassroot football, pembinaan pada tahap ini memiliki tujuan membiarkan sepakbola untuk dimainkan oleh sebanyak mungkin orang.
Pembinaan dan pertandingan yang berlangsung di Boua adalah cara terbaik untuk menarik para pemain baru ke cabang olahraga sepak bola, di mana mereka mendapat akses bermain. Tidak peduli soal jenis kelamin, kondisi fisik, warna kulit, agama, atau suku.
Hal yang seyogyanya disadari oleh banyak orang adalah anak-anak yang bermain dalam festival tersebut berada pada fase Golden of Learning. Fase keemasan dalam belajar bermain sepak bola dengan berbagai aspek yang ada di dalamnya, termasuk belajar bertanding.
Perihal belajar gerak, anak-anak sedang berada pada fase kognitif dan asosiatif, sehingga gerak dasar yang mereka miliki masih cenderung kasar, lemah dalam pengambilan keputusan dan belum otomatisasi. Penampilan di lapangan dan hasil yang dicapai terkadang jauh dari harapan pelatih, pengurus, dan orang tuanya.
Dr. Imam Syafi’i, Dosen Unesa yang juga pelatih masa kecilnya Marcelino Ferdinand di Real Madrid Foundation, mengatakan bahwa “dalam beberapa penelitian di bidang psikologi olahraga, terdapat kata-kata yang sering dipakai untuk memberi dorongan pada pemain sebelum bertanding, seperti nikmati permainan, kerja keras, dan pantang menyerah. Bukan ‘kamu harus menang, enang dan Juara’.
Pemilik Indonesia Soccer Academy (ISA) Sidoarjo dan Bangkalan Soccer Academy itu juga berpesan agar jangan terlalu sering berteriak dengan tuntutan yang diharapkan oleh pelatih di pinggir lapangan. Sebab mereka belum memiliki banyak referensi gerak, teknik dan taktikal yang tersimpan di memori otaknya sebagai hasil belajar sebelumnya.
Menghadapi realita yang demikian, baik pelatih, pengurus, maupun orang tua sebaiknya jangan menuntut berlebihan pada mereka. Apa yang mereka peroleh nanti adalah prestasi terbaiknya dalam perjalanan proses pembinaannya. Berikan motivasi yang konstruktif pada mereka, sehingga mereka dapat mengeksplorasi kemampuan terbaiknya pada setiap pertandingan.
*) Penulis adalah Sekretaris SSB/Klub Sinar Mas Kota Mojokerto dan Pengajar Pembentukan Karakter Pemain Sepak Bola di Ricky Nelson Academy.