
Oleh: Stefanus Wolo Itu*
Tanggal 9 Maret yang lalu, Vatikan mengumumkan RD. Hironimus Pakaenoni sebagai Uskup baru Keuskupan Agung Kupang, Nusa Tenggara Timur. Vatikan juga menetapkan tanggal 9 Mei 2024 sebagai hari tahbisan Uskup Roni, bertepatan dengan pesta kenaikan Yesus Kristus.
Sebagai salah satu teman kelas dan teman dekat, saya bangga dan berbahagia atas penunjukan ini. Teman-teman Tahun Orientasi Rohani (TOR) 1989 mengucapkan “Profisiat”. Semua sepakat untuk secara khusus dan khusuk mendoakan Uskup Roni.
Namun, beberapa teman rasa tidak cukup bila hanya “bangga dan berdoa”. Mereka ingin berbuat lebih dan menggalang aksi nyata untuk Uskup baru. Kenangan itu harus digunakan Uskup Roni pada hari tahbisan.
“Doa itu sudah pasti, tapi kita perlu memberikan dukungan material yang lebih konkret. Kita harus mengambil bagian. Kita perlu memberi hadiah dan kenangan khusus. Hadiah khusus sifatnya tahan lama dan melekat dengan tugas kegembalaan Uskup,” demikian antusiasme teman-teman.

Saya tak menyangka karena teman-teman TOR ’89 punya satu pikiran, satu harapan, dan satu suara.
“Kita bersama keluarga menanggung sesuatu untuk Uskup Roni. Dus Duka, Uni Ganti Gai, Yos Sudarso, Dami Wae, Maksi Sobe, tolong berkomunikasi dengan Kakak Vinsen Pakaenoni (kakak kandung Mgr. Roni, alumnus Ritapiret/Ledalero).”
“Kita beri kenangan apa?” tanya beberapa teman.
“Kita bantu tongkat. Itu kenangan yang paling bermakna dari kita!” jawab teman-teman lain.
Kami langsung beraksi. Kami berbagi dan memberi dengan sukarela dari ketulusan para sahabat. Dalam waktu cukup singkat, semuanya terwujud.
Saya cukup heran, kok teman-teman punya satu pikiran dan suara? Tongkat Uskup! Awalnya saya rasa biasa-biasa saja. Nilai tongkat itu sama seperti hadiah-hadiah lain. Saya coba merenung dan terus merenung. Mengapa teman-teman memilih ‘tongkat’ sebagai hadiah untuk Uskup Roni?
Saya percaya bahwa ini bisikan Roh Kudus. Roh Kudus menuntun kami mendukung Uskup Roni dengan simbol yang bermakna. Beliau memilih motto: “Gembalakanlah Domba-domba-Ku”. Tongkat Uskup atau nama Latinnya “Baculis Pastoralis”, melambangkan peran Uskup sebagai gembala yang baik. Kata “kalos” dalam bahasa asli Yunani artinya “baik”. Kata “kalos” juga berarti “teladan”.
Yesus Kristus adalah Gembala teladan bagi para rasul dan penerus mereka yaitu para Uskup. Para Uskup ditunjuk sebagai gembala. Seorang Uskup sama seperti gembala yang baik. Dia memimpin kawanan umat beriman sepanjang jalan keselamatan. Ia menuntun dan membimbing mereka.

Sebab itu, tongkat gembala merupakan simbol paling bermakna bagi jabatan Uskup. Seorang Uskup yang baru ditahbiskan menerima tongkat Uskup. Untuk apa? Agar Uskup dapat memimpin dan membimbing umat keuskupan yang dipercayakan kepadanya. Tongkat itu tentu tidak untuk “menghalau, mengetuk, dan memukul domba”. Tongkat itu untuk menguatkan dan mendukung yang terlemah dari antara yang lemah.
Menjelang tahbisan, banyak foto Uskup Roni beredar di pelbagai media. Saya sengaja memilih foto Mgr. Roni sedang memegang tongkat sambil tertawa.
“Bapak Uskup Roni, terimalah tanda cinta kami teman-temanmu, TOR ’89!”
Tongkat ini sederhana. Hadiah dari teman-temanmu yang sederhana. Meski sederhana, tongkat merupakan simbol paling bermakna bagi jabatanmu sebagai Uskup Agung Kupang.
Dari negeri Alpen, Swiss, saya ucapkan,
“Profisiat atas tahbisanmu menjadi Uskup Agung Kupang hari ini (baca: 9 Mei 2024). Semoga Yesus Sang Gembala Illahi selalu setia menuntunmu!”
*) Penulis adalah seorang Imam Katolik yang sedang berkarya di Swiss. Ditulis di Kirchgasse 4, 5074 Eiken AG Swiss, malam menjelang Pesta Kenaikan Yesus.