Pundit dan Ruang Peradaban Sepak Bola

Spread the love
Evan Lahur (Foto: Doc. EL)

Oleh: Evan Lahur*

Hola masyarakat penggila sepak bola NTT! ETMC Kota Kupang 2025 sudah selesai. Masih berpesta? Atau masih terngiang keunggulan Persebata Lembata atas Bintang Timur Atambua (BTA) yang malah kesalip imbang 2-2? Berarti Anda Lomblen Mania. Atau, pesta di kota Atambua belum berakhir? Anda pasti pendukung BTA. Oke. Kita sudahi saja. ETMC Kota Kupang 2025 telah berakhir.

Melepas ETMC Kota Kupang 2025 begitu saja tanpa catatan kritis, tentu bagi saya kurang menarik. Lepas dari beberapa kejadian di lapangan yang mencoreng wajah sepak bola NTT, ada satu hal menarik yang perlu kita perhatikan. Setidaknya menjadi catatan evaluatif bagi pemangku sepak bola NTT dan juga menjadi perhatian serius bagi tuan rumah ETMC berikutnya, Kabupaten Ende.

Saya memiliki satu catatan menggelitik yakni komentator rasa salam-salam. Kita kembali ke tahun 2023 saat Liga Pelajar Soeratin Cup NTT digelar di Ngada. Tuan rumah, Kabupaten Ngada, memberi sesuatu yang berbeda dari biasanya. Berdasarkan catatan yang coba saya kantongi, di Soeratin Ngada 2023, tuan rumah berani menghadirkan dua sosok penting yakni komentator dan pundit. Setelahnya, pundit tidak kita jumpai di Soeratin Kota Kupang 2024 dan ETMC Kota Kupang 2025. Apakah perlu seorang pundit di setiap perhelatan akbar sepak bola? Seberapa penting kehadiran seorang pundit?

Sebelum kita melangkah lebih jauh, kita kenal dulu perbedaan komentator dan pundit. Apa itu komentator? Komentator adalah seseorang yang mengomentari dan mengulas jalannya pertandingan. Ia bertugas menjelaskan keadaan dalam pertandingan. Ada beberapa komentator sepak bola Indonesia, di antaranya, Kusnaeni dan Valentino Simanjuntak. Sedangkan pundit, Islah Madjid pernah menulis di The Columnist. Istilah “pundit bola” mengacu pada seseorang yang dianggap memiliki pengetahuan dan pemahaman yang luas tentang sepak bola. Istilah ini biasanya digunakan untuk menyebut orang yang ahli dalam menganalisis pertandingan, strategi tim, pemain, dan tren dalam dunia sepak bola. Lebih lanjut, Islah mengatakan, seorang pundit bola sering kali memberikan komentar dan analisis tentang pertandingan sepak bola dalam acara televisi, radio, atau media online, baik sebelum maupun sesudah pertandingan. Pundit bola umumnya memiliki pengalaman dan pengetahuan yang mendalam tentang peraturan sepak bola, sejarah klub dan pemain, taktik permainan, serta tren terbaru dalam olahraga ini.

Pada perhelatanLiga Pelajar Soeratin Cup NTT 2023 di Ngada, kita tahu, di balik layar kaca ada komentator seperti Bung Adven, Bung Selestino, Bung Istin, Bung Son, dan Bung Benya, selaku pemandu acara, ditemani para pundit yang menganalisis pertandingan, yakni Bung Hancel, Bung George, Bung Hekan, dan Bung Jelo. Bung George, dalam beberapa pertandingan penting, memberi ulasan mengenai prediksi pertandingan, analisis taktik, dan strategi. Begitu pula Bung Hancel, dengan pengetahuan yang ia miliki, memberi informasi penting mengenai statistik tim-tim NTT, misalnya berapa kali juara ETMC, juara Soeratin, dan kaitannya dengan sepak bola international. Liga Italia, misalnya.

Lalu, bagaimana dengan ETMC Kota Kupang 2025? Sejauh saya ikuti, malah jauh panggang dari api. Tidak ada pundit di ETMC Kota Kupang 2025. Komentator pun bertugas normatif. Hanya mengulas jalannya pertandingan. Dan satu yang hal yang kemungkinan akan menjadi tradisi, menjadi pengirim salam.

Sebagai seorang Interisti yang setia mengikuti perkembangan sepak bola di Indonesia dan menonton sepak bola di akhir pekan, saya merasa ada yang kurang dari aksi komentator ETMC Kota Kupang 2025 yang baru lalu. Saya pribadi menyaksikan laga ETMC melalui siaran live streaming. Telinga saya dimanjakan oleh suara komentator, tapi apa daya, beberapa hal berikut tidak saya dapatkan selama mendengar komentator memandu jalannya pertandingan.

Pertama, saya jarang mendengar komentator memberi penjelasan mengenai formasi dan perkiraan strategi apa yang digunakan oleh setiap tim yang bertanding. Misalnya, terjadi pergantian pemain termasuk perubahan formasi di lapangan, jarang sekali hal ini dibahas secara intens. Kedua, sederhana, saya jarang mendengar komentator memberi informasi asal klub para pemain, pernah bermain di tim mana, atau pernah meraih gelar apa saja dalam turnamen yang pernah mereka ikuti. Ketiga, saya jarang mendengar data statistik dari para pemain, misalkan, berapa gol yang ia cetak di ETMC sebelumnya maupun berapa kartu kuning yang sudah ia kantongi selama turnamen. Keempat, saya dan Anda juga mungkin tidak pernah mendengar berapa gelar yang telah diraih oleh kedua tim yang sedang bertanding, di kota mana gelar tersebut diraih, siapa saja pemain legendaris dari setiap tim, atau rekor pertemuan dari kedua tim yang berlaga.

Ah sialan. Bisa dibilang, tidak ada pertukaran informasi penting apa pun dari komentator kepada para penonton.

(Foto: Ist.)

Lalu, bagaimana dengan ETMC Ende 2025 di bulan Oktober nanti? Saya berpikir, para komentator yang akan bertugas nanti mesti memerhatikan hal ini. Jika dalam setiap sambutan penutup di berbagai kegiatan kita selalu mendengar pernyataan “Yang kurang akan kita evaluasi, yang baik akan kita tingkatkan“, saya pikir, hal ini perlu diperhatikan oleh Kabupaten Ende selaku tuan rumah. Kita realistis. Bukan pada Soeratin Kota Kupang 2024 dan ETMC Kota Kupang 2025 rujukannya, tapi pada Soeratin Ngada 2023.

Kura-kura apa yang bisa dilakukan oleh tuan rumah Ende nanti? Beberapa hal berikut bisa jadi rujukan.

Pertama, anggaran untuk live streaming perlu diberi nominal lebih. Artinya, setiap kreativitas memerlukan biaya yang tidak sedikit. Jika sudah ada keberpihakan anggaran, baru kita bisa berbicara banyak mengenai siapa yang bertugas, tugasnya apa, ide-ide kreatif apa yang bisa dilakukan, dan berbagai hal lain yang mengikutinya. Kedua, teknis saja, jika perlu, di setiap laga maksimal ada tiga orang yang bertugas. Satu sebagai pemandu acara, dua orang sisanya sebagai komentator atau sebagai pundit. Merekalah yang akan memandu jalannya pertandingan di balik layar streaming. Merekalah yang berbicara banyak mengenai pertandingan yang sedang berlangsung, komposisi pemain, formasi kedua tim, skema serangan, dan lain sebagainya. Ketiga, kurangi kebiasaan memberi salam. Lebih baik fokus pada hal teknis di lapangan. Keempat, untuk mendukung tiga poin ini, setidaknya panitia di bagian publikasi atau tim kreatif, berisikan orang-orang yang mumpuni. Setidaknya, komentator atau pundit adalah mereka yang mengerti dan punya literasi sepak bola internasional, nasional, regional, dan lokal.

Bagaimana Ende, apakah bisa memberi suguhan yang beda (lagi)? Saya dan Anda tentu berharap pada hal yang sama, yakni punya perbedaan. Perbedaan ini mengarah pada ciri khas atau identitas sehingga ketika masyarakat sepak bola bercakap mengenai sepak bola, setiap orang bisa menebak, “Oe itu yang kreatif pasti di Bajawa atau itu pasti di Ende!”.

Sekali lagi, mengapa perlu ada pundit? Visinya, percakapan sepak bola. Ketika komentator dan pundit bercakap di ruang live streaming, sebenarnya mereka sedang melakukan percakapan sepak bola. Apa yang mereka sampaikan berbuah menjadi informasi, bepergian ke ruang dengar penonton, masuk ke pikiran para penonton. Lalu ke mana? Ke setiap warung kopi masyarakat sepak bola. Apa yang diperbincangkan para komentator dan pundit akan menjadi rujukan percakapan masyarakat sepak bola. Lalu berubah menjadi aksi, mengarah ke perubahan kultur, baik itu sosial, ekonomi, maupun budaya.

Jika ada pundit mengatakan, “Rujukan kita mengenai suporter Indonesia salah satunya BCS PSS Sleman”, akan ada seorang anak muda yang mulai mencari referensi mengenai BCS PSS Sleman, mengajak teman-temannya membentuk kelompok suporter, dan mulai mendukung tim mereka. Mereka mulai menggerakan sektor ekonomi melalui penjualan baju suporter dan mengubah aksi vandalisme ke produk gravity dan mural di tembok kota. Begitu pun jika komentator dan pundit membicarakan taktik, skema serangan, perubahan formasi, dan lain-lain. Polanya sama. Akan didengar, direkam, dan dicari kebenarannya oleh para penonton.

Semuanya berawal dari apa yang diperbincangkan oleh komentator maupun pundit di ruang live streaming. Polanya demikian. Sekali lagi, komentator dan pundit punya ruang pergerakan yang efektif untuk membentuk sepak bola yang beradab. Semoga hal ini bisa kita temukan di ETMC Ende 2025 nanti.

Sampai jumpa di Ende. Terima kasih. Salam olahraga!

*) Penulis adalah anak muda Manggarai dan Ultras Ngada Regional Ruteng.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *