
Kesederhanaan dalam menentukan pilihan bisa jadi kunci. Apalagi sebelum memasuki sebuah pertarungan. Kisah Duryudhana dari Kurawa dan Arjuna dari Pandawa saat menemui Kresna adalah salah satu contohnya.
Kurawa dan Pandawa akan berperang. Sebuah perang saudara. Kedua pangeran dari Hastinapura itu menemui si cerdik dari Dwaraka, setelah Balarama memilih netral di medan perang Kurusetra. Keduanya punya maksud sama: meminta adik Balarama itu berada di pihak mereka.
Duryudhana datang duluan. Ketika sulung para Kurawa itu tiba, Kresna sedang tertidur di peraduannya. Duryudhana lalu mengambil tempat di belakang kepala Kresna, karena memang hanya di situlah tersedia deretan kursi.
Arjuna datang belakangan. Kresna masih dalam tidurnya. Alih-alih mengambil tempat duduk di kursi, si perkasa dari Pandawa itu memilih duduk di dekat kaki Kresna. Tak ada deretan kursi di sana.
Ketika Kresna terbangun, yang pertama dilihatnya adalah Arjuna. Olehnya, Arjuna dipersilahkan untuk lebih dahulu menyampaikan permintaan. Duryudhana protes. Dia bersikeras bahwa dia-lah yang lebih dahulu tiba. Haknya untuk lebih dahulu mengajukan permintaan. Perdebatan pun tak terhindarkan.
Sebuah pertentangan nilai telah terjadi, di ruang privat: sebuah peraduan. Jauh sebelum pertarungan fisik di ruang publik dilakukan. Kesederhanaan dalam mengambil posisi, jadi pembuka jalan menuju pilihan yang tepat.
Kresna memberi opsi. Memilih Kresna yang akan memasuki medan tempur tanpa menggunakan senjata, ataukah memilih 10.000 pasukan Narayani miliknya yang hampir tanpa tanding. Arjuna memohon raja Mathura itu bersamanya.
Duryudhana kegirangan. Dia akan memiliki 10.000 pasukan Narayani, sementara di sisi seberang, Kresna memasuki pertempuran tanpa senjata. Kresna sendiri memilih menjadi kusir kereta perang Arjuna. Belakangan, keduanya membentuk duet: persekutuan antara ahli strategi-taktik dengan eksekutor mumpuni di lapangan.
Bagaimana pasukan Narayani itu bisa bertempur tanpa panglima-nya? Duryudhana tak merisaukan itu. Dia punya ahli strategi jempolan dalam diri pamannya, Sengkuni. Ada pula kakeknya Bhisma yang Agung, mahagurunya Begawan Drona, dan sahabat karibnya Adipati Karna merupakan orang-orang tak terkalahkan. Belum lagi sekutu-sekutu hebat lainnya.
Kombinasi dari semua itu, menurut Duryudhana, adalah jaminan menuju kemenangan. Kresna yang tanpa senjata, oleh Duryudhana, tak layak dipilih. Lalu, mengapa Arjuna memilih Kresna? “Sari dari tebu lebih bernilai dari sepahnya,” kata sang pemanah itu.
Dan memang, sari itu membuktikan manis kehebatannya, bahkan sebelum perang dimulai. “Kebenaran tetaplah kebenaran, bahkan pengkhianatan yang didasari oleh (dan untuk) kebenaran, akan tetap menjadi sebuah kebenaran,” kata Kresna pada Sengkuni, semacam psy-war sesama ahli strategi, sebelum perang.
Bhisma akhirnya dipenuhi hujan panah dari Arjuna yang berlindung di balik Srikandi. Drona dipenggal kepalanya oleh Drestajumena, saat lengah karena diliputi kesedihan setelah mendengar rumor kematian putra terkasihnya, Asvatama. Karna pun terbunuh, setelah Arjuna memanahnya saat dirinya tanpa senjata mendorong roda kereta yang masuk dalam tanah.
Semua “kecurangan” itu, yang secara relatif bisa disebut sebagai kecerdikan ataupun kelicikan, bersumber dari (dan pada) Kresna. Bahkan Duryudhana sendiri, secara “curang” dikalahkan oleh Bima dalam pertarungan gada atas ide Kresna. Sebagai ahli strategi, Kresna memang mengetahui banyak rahasia. Rahasia-rahasia itu menjadi dasar dari aneka trik yang sangat-sangat merugikan pihak Kurawa.
Begitulah, perang ataupun pertarungan lainnya, selalu punya tempat untuk pragmatisme. Baik-buruk ataupun benar-salah akan ditentukan oleh sang pemenang. Sementara yang kalah, hanya mampu membuat kisah alternatif dari pinggiran sejarah. Sengkuni yang kalah, lalu dihukum dalam kitab sejarah, sebagai si licik.
Satu atau dua tahun lagi, linimasa dunia maya, halaman media cetak dan layar media elektronik kita akan disuguhi aneka pertarungan. Perang memang telah lama menjadi kisah usang. Tapi strategi-taktik dan item turunannya seakan abadi hingga kini.
Buat pihak-pihak yang akan bertarung, belajarlah untuk menentukan pilihan. Supaya dipilih dan menang dalam pemilihan. Jangan lupa terjemahkan trik tersirat dari Arjuna, dari ruang privat secara sederhana.
Hancel Goru Dolu, 04 September 2017