Nyanyian Enzo

Spread the love
Muhammad Alkaf (Foto: Doc. Bung Alkaf)

Oleh: Muhammad Alkaf*

Tanpa beban, Luiz Suarez membela diri. Dia mengatakan bahwa di negaranya, kata “negro” merupakan ucapan kasih sayang kepada lawan bicaranya. Hal itu yang dia ucapkan ketika didakwa telah melakukan rasisme kepada Patrick Evra beberapa tahun lalu, saat keduanya masih bertemu di Premier League.

Beberapa tahun setelahnya, Enzo Fernández dikecam keras karena menyanyikan lagu bernada rasisme. Dalam perayaan kemenangan Argentina di final Copa America, dia bernyanyi lantang menyebut pemain-pemain dari Afrika berkulit hitam yang berkewarganegaraan Perancis. Sikap Enzo memancing reaksi publik. Dia dituntut telah menunjukkan sikap rasis. Satu sikap yang dikutuk, sekutuk-kutuknya, dalam sepak bola.

Publik Argentina ramai-ramai mendukung Enzo, mulai dari Wakil Presiden sampai dengan fans River Plate yang memenuhi Stadion El Monumental, Buinos Aires. Bahkan, para fans ikut menyanyikan ulang lagu Enzo tersebut. Nyaringnya suara pembelaan membuat Julio Garro, Wakil Menteri Olahraga Argentina, dipecat karena meminta Lionel Messi meminta maaf atas sikap rekan satu timnya itu. Julio seperti menabrak gelombang besar.

Dalam konteks modern, rasisme tidak dapat diterima. Rasisme merupakan aib yang datang dari masa lalu, yang selalu mengintai hubungan antara manusia yang berbeda warna kulit dan kebudayaannya. Golongan yang paling merasakan dampak rasisme itu adalah warga dari benua Afrika yang berkulit hitam.

Sejarah panjang mereka sebagai manusia tanpa hak atas dirinya akibat perbudakan ratusan tahun telah menjadikan mereka sebagai barisan pariah. Lalu, muncul gerakan pembebasan dan penyetaraan umat manusia sehingga segala bentuk rasisme, bahkan dalam bentuk sekecil apa pun, harus segera ditolak.

Dalam kepentingan itu, sepak bola sebagai olahraga paling populer menjadikan agenda anti-rasisme sebagai gerakan yang harus menjadi jiwa dari olahraga ini, tanpa syarat.

Enzo Fernandez (Foto: IG enzojfernandez)

Lalu, mengapa Enzo melakukan hal tersebut? Padahal, secara personal, dia sedang berkarir di Liga Inggris, satu tempat di mana rasisme dilarang sampai ke tulang sumsum. Bahkan, di klubnya, Chelsea, Enzo memiliki teman yang berasal-usul dari tanah Afrika.

Kalau ditanya kepada Enzo, dia akan mengatakan bahwa hal itu terjadi dengan spontan belaka, tanpa direncanakan serta bukan wujud dirinya yang sesungguhnya. Pendapat lain mengatakan bahwa begitulah cara orang Argentina berpikir dan bertindak dalam melihat manusia lain di luar budayanya. Celakanya, pembelaan terhadap Enzo menjadi-jadi dengan menjadikan olok-olokan oleh pemain Jerman setelah final Piala Dunia 2014 dan ejekan terhadap tinggi badan Lionel Messi oleh pemain Perancis, setelah pertemuan kedua negara di Piala Dunia 2018, sebagai pembenaran bahwa nyanyian Enzo itu juga absah belaka!

Publik Argentina seperti melupakan etika global yang dibangun dari proses panjang dalam sejarah umat manusia sejak mengenal otonomi atas individu. Publik Argentina, yang mendukung Enzo, seperti menutup mata bahwa mereka hidup dalam perjumpaan yang tidak bisa diabaikan dengan sesama manusia yang tentunya beragam eksistensinya. Keadaan tersebut, dalam jangka panjang akan menyulitkan pemain Argentina di masa depan, terutama setelah Lionel Messi pensiun.

Selama masih ada Lionel Messi di lapangan, hal-hal yang terasa janggal demikian seperti terampuni karena Messi masih mampu mengalihkan perhatian publik sepak bola. Namun, Messi memiliki kekurangan. Dia tidak memiliki kemampuan artikulasi yang baik untuk membela atau mengecam apa yang Enzo lakukan itu. Tentu saja, tanggung jawab tidak harus sepenuhnya dipikul olehnya. Lionel Messi tumbuh dan tiba sampai di titik sekarang ini sebagai pesepak bola saja. Dia tidak dididik untuk menjadi Santo atau Ideolog. Jadi, kalau kita melihatnya hanya diam dan tidak melakukan apa pun, itulah Messi.

Lalu, tampaknya sekarang semuanya berjalan tanpa beban, datar, dan tanpa gejolak. Padahal, api kemarahan mulai menyambar-nyambar.

*) Penulis adalah penggemar bola, pecinta Diego Maradona dan Timnas Indonesia. Tinggal di Aceh.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *