
Masih segar dalam ingatan saya, tahun 2011, ๐ง๐ข๐ค๐ฆ๐ฃ๐ฐ๐ฐ๐ฌ sama sekali belum populer, baik di Bajawa-Flores pada umumnya, khususnya di Seminari Mataloko, Flores, NTT. Saya memang pernah mendengar orang mulai membicarakannya, tetapi sama sekali belum tahu, apa dan bagaimana ๐ง๐ข๐ค๐ฆ๐ฃ๐ฐ๐ฐ๐ฌ itu. Namun, entah karena apa, sudah saya lupa, pada liburan panjang selepas Ujian Nasional (UN) SMA, saya memutuskan untuk membuat sebuah akun ๐ง๐ข๐ค๐ฆ๐ฃ๐ฐ๐ฐ๐ฌ, yang kemudian bertahan sampai sekarang.
Ini kenangan yang tiba-tiba terlintas di benak saya, ketika tema tentang โantropologi internetโ didiskusikan dalam kuliah ๐๐บ๐ฃ๐ฆ๐ณ๐ต๐ฉ๐ฆ๐ฐ๐ญ๐ฐ๐จ๐บ, saat saya masih kuliah di STFK (sekarang IFTK) Ledalero, Maumere, beberapa tahun silam.
Tentunya, ini tema menarik. Internet ternyata dapat dieksplorasi secara lebih mendalam, selain bahwa ia mampu memberikan banyak, bahkan hampir semua hal. Ada sisi-sisi lain dari internet yang masih jarang disadari dan diangkat, salah satunya ialah bahwa manusia sebagai pencipta dan pengguna internet, dapat pula diselisik dalam internet itu sendiri.
Oleh sebab itu, sekali lagi, tema ini menarik.
๐๐ธ๐๐ ๐๐ฟ๐๐ (?)
Kembali ke ๐ง๐ข๐ค๐ฆ๐ฃ๐ฐ๐ฐ๐ฌ. Awalnya, saya hanya memiliki satu dunia, yakni dunia riil. Namun, setelah aktif di ๐ง๐ข๐ค๐ฆ๐ฃ๐ฐ๐ฐ๐ฌ, saya mulai menyadari bahwa ternyata, saya serentak memiliki dunia lain, dunia maya. Itulah โsayaโ.
Apabila merunut kembali jejak-jejak awal aktifnya saya di ๐ง๐ข๐ค๐ฆ๐ฃ๐ฐ๐ฐ๐ฌ, di situ saya menemukan bahwa sebetulnya, seperti kebanyakan ๐ง๐ข๐ค๐ฆ๐ฃ๐ฐ๐ฐ๐ฌ๐ฆ๐ณ๐ด lainnya, saya terjebak dalam apa yang disebut sebagai โikut arusโ.
Dalam โikut arusโ, seseorang lebih condong terpengaruh secara kuantitatif (banyaknya teman atau keluarga atau rekan kerja), daripada secara kualitatif (misalnya melalui sebuah kajian serius atau refleksi mendalam).
Benar bahwa secara emosional, jejaring internet termasuk ๐ง๐ข๐ค๐ฆ๐ฃ๐ฐ๐ฐ๐ฌ merupakan sebuah ruang yang โpanasโ. โPanasโ karena sifatnya yang terbuka, yang tanpa batas (๐ถ๐ฏ๐ญ๐ช๐ฎ๐ช๐ต๐ฆ๐ฅ). ๐๐ข๐ค๐ฆ๐ฃ๐ฐ๐ฐ๐ฌ termasuk salah satu ๐ด๐ฐ๐ค๐ช๐ข๐ญ ๐ฏ๐ฆ๐ต๐ธ๐ฐ๐ณ๐ฌ๐ช๐ฏ๐จ ๐ฑ๐ญ๐ข๐ต๐ง๐ฐ๐ณ๐ฎ yang paling populer. Jejaring seperti ๐ง๐ข๐ค๐ฆ๐ฃ๐ฐ๐ฐ๐ฌ tidak hanya menghubungkan satu orang dengan orang lain di dunia tanpa batas, tetapi juga menciptakan komunikasi berdasarkan profil, kegemaran, dan terutama pencitraan.
Keterbukaan yang nyaris total ini memungkinkan saya terseret dalam sosialisasi yang intens, interaksi yang meluas, pun pula spontanisme yang tanpa sadar. Bermula dari โikut arusโ, identitas saya juga turut dibentuk.
๐ฆ๐ฎ๐๐ฎ ๐ธ๐ฒ โ๐ฆ๐ฎ๐๐ฎโ ๐๐ฒ๐บ๐ฏ๐ฎ๐น๐ถ ๐ธ๐ฒ ๐ฆ๐ฎ๐๐ฎ
Dalam perjalanan aktifnya saya di ๐ง๐ข๐ค๐ฆ๐ฃ๐ฐ๐ฐ๐ฌ, saya kerap kali mengambil jeda untuk sejenak merenung. Saya menemukan, di dunia maya terjadi apa yang boleh saya sebut sebagai ketercerabutan diri (๐ด๐ฆ๐ญ๐ง-๐ฅ๐ฆ๐ฑ๐ณ๐ช๐ท๐ข๐ต๐ช๐ฐ๐ฏ). Dalam lain perkataan, saya yang berpindah menuju โsayaโ, membawa serta diri saya menjadi โdiri sayaโ yang lain.
Ada jurang antara saya dan โsayaโ. Saya yang tidak pernah menemukan hal-hal lain di dunia nyata, akan menemukan hal-hal lain itu di dunia maya. โSayaโ yang begitu mudah tertarik pada hal-hal tertentu, tidaklah sama dengan saya di dunia nyata. Saya yang dalam keseharian begitu sopan, lugu, polos, dan beraroma surga, berubah menjadi “saya” yang ganas, barbar, liar, suka menyebar hoaks, siap-sedia membuka aib sendiri entah demi apa, dan sigap memaki siapa saja yang berbeda terutama di musim politik dan berkaitan dengan agama, serta tolol.
Sederhananya, beda dunia, beda identitas: saya dan โsayaโ di dunia nyata dan dunia maya.
Sampai di sini, kira-kira, intisari apa yang dapat saya petik dari topik tentang โantropologi internetโ? Yang pasti, saya yang juga โsayaโ itu, mesti segera kembali menuju saya yang paling autentik. Saya dalam dunia nyata.
Pertama-tama, saya mesti melek internet. Artinya, tetap selaras zaman, hanya saja mesti dibarengi dengan sikap kritis dan kemampuan membatasi diri. Ini kiranya poin kunci. Sosialisasi yang intens di dunia maya, mesti tetap dibarengi dengan nilai-nilai universal yang rasional. Interaksi yang meluas di dunia maya, mesti tetap disertai dengan kesadaran akan keunikan dan martabat setiap orang.
Saya mesti juga merasa tidak bebas dalam dunia maya yang amat bebas itu.
Selanjutnya, awasan Paus Emeritus Benediktus XVI saya sangka baik untuk diperhatikan. Dunia maya tidak serta merta menggusur orisinalitas diri. Saya sebagai persona, perlu untuk tampil autentik. Selain itu, sebagai ๐ช๐ฎ๐ข๐จ๐ฐ ๐๐ฆ๐ช, saya bahkan tidak dapat menyangkalnya, dalam hal yang paling kecil dan lumrah sekalipun.
Ini berarti, meskipun telah amat populer, ๐ง๐ข๐ค๐ฆ๐ฃ๐ฐ๐ฐ๐ฌ perlu digunakan dan disikapi secara lebih teliti. Bahwa ๐ง๐ข๐ค๐ฆ๐ฃ๐ฐ๐ฐ๐ฌ membawa juga banyak kontribusi positif, ini patut disyukuri. Hanya saja, tidak boleh selamanya โikut arusโ. Saya yang menjadi โsayaโ harus selalu kembali menuju saya.
Akhirnya, Kawan-kawan, judul uraian ini dapat digantik dengan nama masing-masing Anda, warganet terkasih. ๐๐ฐ๐ฉ, saya yakin, refleksi ini bukan untuk saya semata-mata. ***
*) Reinard L. Meo