
Oleh: Nani Songkares, Pr.*
Dua mahasiswi asal Flores, Klaudia Anastasia Deda (Klaudia, asal Wolorowa) dan Imelda Sanatha Fedolyn Djago (Sanatha, kelahiran Boawae) berkunjung ke pastoran St. Urbanus, Duivendrecht, Jumat (28/02/2025) sore. Rasanya menggembirakan sekali dan berbangga bisa menjumpai dua gadis cantik dan cerdas dari Flores yang berkiprah di dunia internasional.
Klaudia menyelesaikan program S1 di UI sedangkan Sanatha di IPB Bandung. Keduanya mendapatkan beasiswa LPDP dan menempuh kuliah di Wageningen University & Research, Belanda.
Sanatha mendapatkan LPDP tahun 2021 dan sudah menyelesaikan program master dengan spesialisasi Forest and Nature Conservation di Universitas Wageningen. Dia baru saja menjalani internship (pemagangan) di ETIV Brazil, sebuah Yayasan yang mendukung konservasi alam di Brazil.
Klaudia mendapatkan LPDP tahun 2024 dan mengambil program magister di Universitas Wageningen pada jurusan Environmental Sciences. Bidang keahliannya adalah manajemen sumber air yang terintegrasi dan berkelanjutan. Selama jadi mahasiswa di UI, Klaudia menunjukkan prestasi yang luar biasa. Dia adalah salah satu alumni Sekolah Staf Presiden Republik Indonesia.
Dia banyak bercerita mengenai pengalamannya ketika berada di Sekolah Staf Presiden Republik Indonesia. Salah satu yang diperlajarinya adalah dahsyatnya kekuatan narasi. Narasi bisa mengubah perspektif seseorang mengenai sesuatu atau orang lain. Orang bisa diangkat atau dijatuhkan melalui kekuatan narasi. Ditelanjangi atau dilindungi dengan perisai narasi. Bernarasi itu pada akhirnya bukan hanya keterampilan, tapi pilihan. Kita memilih menarasikan kebenaran.
Universitas Wageningen sudah berdiri sejak ratusan tahun lalu. Mula-mula berdiri sebagai Sekolah Tinggi Pertanian. Tahun 1876 sekolah ini berubah menjadi Pendidikan Pertanian Nasional. Dia terus mengalami perubahan dan perkembangan sampai menjadi Wageningen University & Research. Sekarang ini dia menjadi salah satu universitas terbaik di Belanda, bahkan di seluruh dunia.
Baik Sanatha maupun Klaudia merasa gembira belajar di Universitas Wageningen dengan atmosfir yang sangat internasional. “Mahasiswa datang dari seluruh dunia, termasuk dari Indonesia,” kata Sanatha. “Suasana belajarnya berbeda sekali dengan di Indonesia. Di sini, kita dituntut menguasai bidang spesialisasi kita,” tambah Klaudia. Keduanya berkisah tentang serunya berdiskusi di kalangan mahasiswa. “Kita tidak kalah dari mahasiswa/i lain,” kata Klaudia.
Selama menempuh pendidikan, pemerintah memberikan jaminan kehidupan yang besar. “Bahkan sejak sebelum ke Belanda, seluruh persiapan di UI dan biaya kehidupan dibantu pemerintah,” jelas Sanatha. “Untungnya juga Wageningen itu kota kecil. Biaya hidup tidak semahal kota-kota besar,” lanjutnya. Karena itu mereka masih bisa menabung.
Mahasiswa/i Indonesia banyak yang belajar di Universitas Wageningen. “Kita kompak, kita satu sebagai orang Indonesia,” kata Klaudia. Kekompakan itu terasa di kampus, juga di tengah masyarakat. “Dalam waktu dekat kami akan menanggung koor, dan ada 4 lagu dalam bahasa Nagekeo,” tutur Sanatha.
Keduanya mengaku tidak ingin berlama-lama di Belanda. “Kami ingin pulang. Kami mau menjadi praktisi di lapangan, di daerah kita.” Keduanya ingin mendorong banyak anak muda Flores untuk mengambil kesempatan belajar di luar negeri dengan memanfaatkan LPDP.
Tak terasa tiga jam kami bercerita. Sebelum pamit, mereka memberikan bingkisan. “Romo, ini anggur khas Wageningen.” Terima kasih bintang-bintang Flores.
*) Penulis adalah imam katolik dan pendidik di lembaga pendidikan Seminari St. Yohanes Berchmans Todabelu – Mataloko, Ngada, NTT. Tulisan di atas adalah salah satu catatan perjalanan penulis ke Eropa, yang dimuat di website SMA Seminari Mataloko (https://smaseminaristyohanes berkhmanstodabelu.sch.id/).