Manajemen dan Kematangan Adalah Kunci

Spread the love

(Ilustrasi: Istimewa)

Liga 4 Nusa Tenggara Timur (NTT), El Tari Memorial Cup (ETMC) XXXIII 2024/2025, telah usai. Masyarakat NTT di mana pun berada, khususnya yang menggilai sepak bola, disedot sungguh perhatiannya selama kurang-lebih 21 hari. Hari-hari yang penuh drama.

Menonton sepak bola, Saudari/a, agaknya berbeda dari yang lain. Kita tidak bisa menonton sepak bola hanya dengan mata saja. Sepak bola bukan urusan visual semata. Sepak bola selalu melibatkan seluruh instrumen yang kita miliki sebagai manusia sempurna: hati dan akal budi. Sepak bola adalah panggung saling silang emosionalitas dan intelektualitas.

Sepak bola itu aktivitas emosi. Itulah mengapa ada air mata, ada kemarahan, ada brutalisme. Sepak bola juga perkara intelektual. Karena itu ada analisis, ada kritik, ada harapan macam-macam. Menyerahkan sepenuh-penuhnya pada emosionalitas, kita akan terjebak dalam barbarisme. Membiarkan seutuh-utuhnya dikendalikan intelektualitas, sebaiknya kita seminar saja.

Dua paragraf yang baru saja Anda lewati, bisa saja diperdebatkan. Ruang untuk itu saya buka lebar. π˜”π˜°π˜―π˜¨π˜¨π˜°.

Yang benar-benar menggandrungi sepak bola, Nyonya dan Tuan, cenderung perfeksionis. Tak akan pernah ada perhelatan yang 100% baik dan benar. Selalu ada celah untuk evaluasi, dan saya tidak ingin membahasnya 𝘩π˜ͺ𝘀 𝘦𝘡 𝘯𝘢𝘯𝘀, di sini dan saat ini.

Barangkali sebagian saja, untuk lebih konkret. Dan itu, tak lain tak bukan, Bintang Timur Atambua (BTA) dan Persebata Lembata.

Sebagai yang relatif baru dalam pentas Flobamorata, BTA adalah sebenar-benarnya tim yang kita harapkan untuk sepak bola modern NTT. Berhasil keluar sebagai jawara, BTA mengajarkan kita bahwa sepak bola yang sukses adalah manajemen yang sukses. Sepak bola juga urusan strategi dan organisasi, bukan perkara sepak dan bola saja. Barangkali subjektif, tapi BTA adalah wajah sepak bola NTT hari ini yang sejak dahulu kita impikan.

Sedangkan Persebata, yang kita saksikan adalah panorama kematangan. Yah bisa saja karena faktor genetik, yah bisa juga karena kerja otak. Jika selama ini kita memahami kematangan hanya pada makanan, misalnya nasi yang matang, Persebata adalah alternatif untuk mengerti kematangan itu. Subjektif, bisa saja, tapi mengharapkan Persebata akan terus bertransformasi menjadi lebih baik, tentu sah.

Di luar BTA dan Persebata, tentu juga ada nilai. Naif, jika tak menemukannya. Hanya saja, agar jangan terlalu lama membangun manusia NTT melalui sepak bola, manajemen dan kematangan adalah kuncinya.

Dan, kita tidak lupa taruh kunci itu di mana, kan? Selamat melanjutkan upaya membangun manusia NTT. Melalui sepak bola, salah satunya! ***

.

*) Reinard L. Meo

π˜‰π˜’π˜«π˜’π˜Έπ˜’, 25 π˜”π˜’π˜³π˜¦π˜΅ 2025

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *