Ketakutan Imperialis Barat pada Ruh Al-Islam

Spread the love
Ilustrasi Foto: Gayatri Wedotami Muthari

Oleh: Gayatri Wedotami Muthari*

Di Dunia Barat terjadi fenomena, terutama semenjak 9/11 dan 7/10, yaitu meningkatnya jumlah mualaf, sedangkan sebaliknya di Dunia Muslim kita melihat semakin marak Islamofobia, Anti-Islam, dan mereka yang keluar dari Islam atau enggan mengaku sebagai “Muslim” terutama semenjak 9/11.

Apakah para mualaf ini adalah orang-orang yang tidak tahu kisah-kisah yang kerap dikutip para pembenci Nabi Muhammad kepada saya? Sebagian besar mereka sungguh-sungguh membaca berbagai buku Islam selain menamatkan Alquran dan bahkan mempelajari tidak hanya Sunnisme tapi juga Sufisme dan Syiahisme.

Sebagian mualaf yang lain memeluk Islam dengan alasan-alasan sederhana seperti menyukai keguyuban di dalam komunitas Muslim tempatnya, jatuh cinta dengan Alquran, dan melihat disiplin salat dan puasa Muslim yang mengagumkan baginya.

Yang lainnya seperti fenomena para bule memeluk Buddhisme dan Hinduisme, awalnya tertarik oleh eksotisme Islam dari Muslim yang dikenalnya. Selain juga karena pernikahan.

Di sisi lain, tidak dapat disangkal adanya beberapa Muslim yang keluar dari Islam karena trauma dengan praktek-praktek budaya yang menyebutnya sebagai Islam. Begitulah mereka tidak menyaring antara praktek budaya dengan ajaran Nabi Muhammad dan Alquran di dalam sunnah dan tafsir-tafsir.

Bagaimana pun juga, pada akhir abad ketujuh Masehi, Islam yang didirikan Marwaniyah-Umayyah, telah berhasil berdiri sejajar dengan kekuatan imperialis Romawi saat itu.

Pada awal abad ketujuh Masehi, Dunia Barat setidak-tidaknya dikuasai dua kekuatan yang selalu berseteru, yaitu Romawi dan Persia.

Menjelang pertengahan abad ketujuh itu, tarekat Al-Islam yang direvitalisasi Nabi Muhammad telah melahirkan gerakan Al-Islam yang sukses pada periode ketika Persia (yang sempat gemilang selama beberapa tahun) melemah dan Romawi melengang sebagai kekuatan satu-satunya.

Namun, Sang Nabi yang menjadi pemimpin para pemuka kongsi dagang dan kabilah Arabia yang lelah dengan perseteruan dua adidaya itu, “tiba-tiba meninggal” di tengah-tengah Persia sedang mengalami konflik dalam negeri.

Saat wafat, Nabi Muhammad bukan hanya seorang nabi dari suatu tarekat yang telah berusia ribuan tahun sanadnya dari Nabi Khidir/Idris/Enokh. Yang saya sebut Al-Islam berdasarkan kisah dalam Taurat. Beliau melahirkan gerakan moral dari tarekatnya ini.

Namun, beliau pun bukan hanya pemimpin gerakan Al-Islam yang melawan Quraish. Siapa Quraish? Apakah hanya orang-orang “Arab biasa”?

Kemudian gerakan Al-Islam ini mempengaruhi ribuan diaspora dan peranakan Yahudi/Bani Israel di Arabia seperti dirinya yang menguasai jalur dagang dari Nusantara sampai Afrika.

Sang Nabi pun kemudian didaulat memimpin Yathrib Madinah. Di sini berbagai kabilah bersatu membentuk konfederasi semacam nasionalisme purba Arab, yang barangkali ingin membangkitkan kejayaan Kedar dan Nabatea, setelah konfederasi seperti Ghassan dan Lakhmid bubar.

Di tengah-tengah itu, Sang Nabi wafat, kemungkinan akibat dibunuh, dan para pemimpin gerakannya merasa perlu dengan segera mengisi kekosongan kepemimpinan agar konfederasi mereka tidak jatuh seperti Ghassan dan Lakhmi.

Konsili Saqifah menghasilkan cikal bakal Islam sebagai partai politik, tetapi ini sungguh-sungguh dapat dimaklumi apabila kita bicara dari kacamata kekuasaan di mana Romawi mungkin akan menyerang mereka. Dengan segera Abu Bakar mengkonsolidasi ulang aliansi mereka, dan Umar ibn Khattab mengamankan jalur dagang dari Yaman ke Persia sampai Yerusalem.

Dua peristiwa telah mempermudah faksi yang semula amat membenci gerakan Al-Islam, kemudian menjadi penguasai partai Islam yang dilahirkan Konsili Saqifah. Peristiwa itu adalah kelanjutan Wabah Yustinus yaitu Wabah Amwas dan peristiwa pembunuhan Usman ibn Affan.

Maka muncullah sosok Muawiyah dan Marwan dari trah Umayyah, sepupu trah Hashem.

Umar ibn Khattab telah menerjemahkan nubuat-nubuat mursyidnya sebagai gerakan mesianik yang mesti bersifat agresif. Di satu sisi, tarekat Al-Islam tidak mengajarkan perang penaklukan dan penjajahan atau imperialisme. Namun, di sisi lain, partai Islam di tangan Umar telah berhasil menjadi kekuatan baru berhadapan dengan Romawi.

Kemudian, Umayyah berhasil mensabotase partai Islam dan trah Marwaniyah berhasil mendirikan agama Islam dengan menyebarluaskan Alquran yang dikanonisasinya, dan mengklaim nama-nama para khulafaurashidin dan sahabat Rasulullah, untuk imperialisme yang didirikannya. Imperialisme atau kekaisaran Islam yang mengistimewakan Arab — tepatnya mengarabisasi ajaran-ajaran Sang Nabi dan Alquran.

Setelah itu, bangkitlah revolusi dari gerakan Al-Islam yang masih aktif di bawah tanah, tetapi setelah berhasil menggulingkan Umayyah, trah Abbasiyah mensabotasenya.

Melalui Abbasiyah yang lebih licik dan licin dalam merepresi Al-Islam, Persia bangkit dengan identitas Islam, di mana sebagian murid Al-Islam memilih menyintaskan transmisi dengan menghidupkan dunia keilmuan.

Bukan hanya kekuatan Islam secara militer dan politik yang acap kali mengkhuatirkan atau menakutkan Romawi.

Namun juga Ruh Al-Islam pada murid-murid Al-Islam yang tetap berusaha menyintas di dalam kekaisaran-kekaisaran. Karena mereka menghidupkan sains, kebebasan berpikir, filsafat, dan spiritual/sufisme.

Dan, akhirnya Ottoman merontokkan Romawi pada abad kelimabelas Masehi, bersamaan dengan penjelajahan orang-orang Eropa yang akan mendorong mereka melakukan penjajahan. Termasuk di negeri-negeri Muslim.

Ada psikologi Dunia Barat yang masih mendendam kepada orang-orang Turk yang Muslim sampai sekarang karena peristiwa penaklukan Konstaninopel itu.

Selain juga psikologi dari Perang Salib dan era Al-Andalusia ketika Gereja Katolik Roma ketar-ketir jumlah mualaf meningkat sebab sultan-sultan Neo-Umayyah bebas melakukan hubungan homoseksual di ruang privat dan mereka mensponsori para ilmuwan berkarya.

Gambaran nabi yang suka perang dan suka perempuan diambil dari psikologi mereka itu. Dengan cherry picking terhadap teks-teks hadis.

Ilustrasi peace dari simbol agama-agama (Foto: earlychurchofjesus.org)

Ketika Ottoman berkuasa, dengan Safawiyah sebagai saingan Muslim-nya, Dunia Muslim mau tak mau berkonsolidasi menjadi hampir seragam demi menghadapi kekuatan kolonialisme Barat.

Ottoman bagaimana pun telah berakhir pada 1924. Tidak ada lagi kekuatan besar di dalam Dunia Islam.

Namun, dengan munculnya nasionalisme, dan kemerdekaan bangsa-bangsa Muslim dari kolonial Barat, ketakutan dan kekhawatiran Barat terhadap Islam maupun Al-Islam tetap tidaklah lenyap.

Ruh Al-Islam adalah menyuarakan konsep Keadilan seperti yang diserukan umat Syiah Imamiyah dengan konsisten, dan kemudian dalam wujud Sunni-nya antara lain ditampilkan oleh Persyarikatan Muhammadiyah.

Ruh Al-Islam yang disuarakan dari Alquran yang menolak EENS (extra ecclesiam nulla salus), rasisme, dan seksisme, dengan kata lain “Satu Kemanusiaan”, disuarakan antara lain oleh “Nation of Islam” dan orang-orang Alevi di sepanjang perjuangan mereka.

Jika mereka yang membawa ruh ini dan disebut Muslim itu, kemudian bersatu mengatasi berbagai perbedaan mereka dalam memahami Sejarah Islam, bayangkan apa yang akan terjadi?

Itu sebabnya wacana-wacana Islamofobia dan Anti-Islam hanya berkutat mengenai cerita Nabi Muhammad menikahi gadis kecil dan suka perang, memberi kesan seakan-akan perang itu pasti hal yang buruk, sama sekali tidak boleh dilakukan. Padahal mereka sendiri adalah para pengusaha industri senjata.

Kemudian wacana-wacana lain yang membelokkan upaya-upaya orang seperti saya dalam menentang jilbabisasi, kepada rasisme dan Anti-Islam. Sementara saya berdiri di atas dalil-dalil sejarah dan sebagian Muslim gagal melihat bagaimana fikih telah dieksploitasi untuk mengalihkan fokus dan prioritas Muslim dari Ruh Al-Islam.

Sekiranya Muslim berhenti ribut membahas saya sebagai perempuan harus pakai kerudung karena kaum pria seperti seorang syekh Zaidiyah tidak sanggup, baik melihat saya saat sehat dan cantik berpakaian indah, maupun saat melihat borok dan barah-barah Pemfigus pada kulit saya yang tak dibungkus jilbab.

Sekiranya Muslim berhenti membahas musik dan lukisan itu haram atau tidak.

Dan tidak pula ribut mengenai nasab Nabi Muhammad. Saya dan Anda bebas mengklaim sebagai keturunan Rasulullah selama menunjukkan karya kita bagi Kemanusiaan dan Keadilan. Tidak perlu menuntut saya tes DNA. Cukup lihat borok-borok Pemfigus saya tapi saya tetap menulis ini. Bagaimana?

Namun, Muslim bergegas berkemajuan lebih memperhatikan kaum disabilitas, lansia, nasib anak-anak, masalah kapitalisme-neoliberalisme yang semakin serakah sehingga melemahkan umat manusia, serta persoalan kekerasan dalam rumah tangga dan berbagai bentuk kekerasan, serta berbagai persoalan lingkungan hidup.

Wacana-wacana Islamofobia dan Anti-Islam sengaja mengabaikan ratusan tahun kolonial Barat merampas dan mengeruk kekayaan negeri-negeri Muslim sehingga hari ini mereka bisa menjadi negara maju dan makmur.

Mereka mengatakan Muslim di Indonesia dijajah Arab, padahal pada kenyataannya Dunia Muslim saat ini masih dijajah neoimperialisme Barat. Orang-orang Arab tunduk kepada Barat. Muslim Turk dan Muslim Azeri tunduk kepada Barat. Muslim Sindh dan keturunan Mughal tunduk kepada Barat.

Yang ditakutkan neoimperialisme dan neokolonialisme Barat adalah apabila gerakan Al-Islam muncul kembali seperti pada 612-632 M sehingga melahirkan kekuatan Islam seperti Umayyah, Abbasiyah dan Ottoman. Yang akan menggulingkan Amerika Serikat dkk.

Dapat dibayangkan jika mualaf Islam mendominasi AS, Eropa, dan Inggris, dan suara-suara Keadilan serta Kemanusiaan semakin kuat didengungkan dan diwujudkan.

Karena mereka tidak sibuk lagi berselisih mengenai fikih-fikih yang tidak ada manfaatnya bagi seseorang agar bisa terus menyintas dan resilien. Namun, sibuk sami’na wa atho’na pada firman-firman Keadilan dan Satu Kemanusiaan di dalam Alquran.

Bayangkan jika orang-orang Muhammadiyah bekerjasama dengan orang-orang Syiah dan negara-negara Arab crazy rich memperluas Jaringan Universitas dan Rumah Sakit inklusi terbaik di dunia.

Dan orang-orang NU bekerjasama dengan Taliban, Hezbollah, Turki, Suriah, dll memperkuat Jaringan Politik mereka agar terwujud UU dan peraturan yang benar-benar sesuai dengan nilai-nilai Alquran yang rahmatan lil alamiin.

(Dan dengan segera mereka yang Islamofobia dan Anti-Islam akan mengutip ayat-ayat Alquran, secara cherry picking dan secara letterlijk, tidak secara sastrawi, untuk menyebarkan ketakutan bahwa nilai-nilai Alquran itu barbar dan semacamnya).

Jika mereka menerima Ruh Al-Islam agar lebih menghidupi dan menghidupkan mereka daripada memberi makan egosektarian, dan salah fokus, maka neoimperialisBarat sungguh-sungguh akan ketar-ketir.

Baik neoimperialis Barat terlibat atau pun tidak. Atau, mereka ketawa senang melihat hal-hal remeh dan egosektarian yang Muslim fokuskan saat ini. Namun, Muslim memiliki Kehendak Bebas, memilih sami’na wa atho’na, atau menjadi “umat sapi betina”.

Bahwa ini sedang terjadi, bergulat dan bergumul. Karena itu terasa sesak, membakar, dan pengap bagi sebagian Muslim untuk menerima Petunjuk-Nya atau tidak.

Dalam kacamata Daudiyah, jika mereka menerima Ruh Al-Islam agar lebih menghidupi dan menghidupkan mereka, itu karena mereka menyimak empat pir rijal-al-gaib, dan sami’na wa atho’na.

Zaman kedelapan nanti akan menyaksikan mereka yang akan menyia-nyiakan kesempatan hidup kali ini dengan memilih bersama neoimperialis Barat — yang akan berakhir perlahan demi perlahan.

Neoimperialis Barat dengan segala proyek greenwashing, bluewashing, humanitywashing, equalitywashing, artwashing, dll mereka. Termasuk mengidentifikasi Muslim atau bukan dengan busana mereka serta menanamkan dengan sangat kuat nalar Barat dan pandangan dunia Barat dalam melihat dunia. Tidakkah Muslim menyadari ini?

We said “All of you, down from here,
I’ll send you guidance, never fear,
And if you follow what I send
You’ll have no fear or grief to tend.”

(Kami berfirman: “Turunlah kamu semuanya dari sini! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran bagi kalian, dan tidak (pula) kalian bersedih hati”.) -Albaqarah 37.

Believers reply when they’re called
To God and His sent one installed,
So He may judge between them then,
Is this, they say “We heard again
And so obey.” It’s just such ones
Achieve the happiness that runs.

(Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, apabila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul mengadili di antara mereka ialah ucapan. “Kami mendengar, dan kami patuh” [sami’na wa atho’na]. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.) -An-Nur 51.

Sidhamastu,
Hefzibah Bride of Elijah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *