Efektivitas Menulis di Media Sosial

Spread the love
Lorenz Nodhe (Foto: Ist)

Oleh: Lorenz Nodhe*

Ketika nongkrong di kantin kantor, ada dua teman saya yang coba ‘menantang’ saya dalam sebuah perdebatan soal nilai atau kegunaan menulis di media sosial.

Dengan nada agak sinis, mereka tanya, “Bro, yang didapat dari tulisan yang diposting di Facebook itu apa la?” Bahkan tanpa ampun, salah satu dari keduanya bilang, “Bro terkesan buang-buang waktu saja.”

Kritikan ini memang disampaikan dalam suasana informal, saat menanti pesanan makan siang. Tapi saya pikir, tidak salah juga kalau saya merespon lewat tulisan di media sosial ini. Saya sih tidak peduli dengan academic background dari kedua ‘kritikus’ (teman-teman saya) itu.

Poin yang teman-teman saya sampaikan, cukup ‘menohok’ dan menembus jantung permasalahan yang mau saya bahas ini. Sepertinya teman-teman saya tadi cuma melihat kegunaan praktis dan pragmatis dari karya-karya yang bersifat intelektual-akademik.

Paham utilitarianisme dan pragmatisme sepertinya jadi sangat dominan dalam opini mereka di atas, sehingga makna dan atau tujuan dari sebuah tulisan jadinya dilihat dari nilai guna dan manfaat yang bersifat jangka pendek. Dalam bahasa yang lebih sederhananya, setiap tulisan itu harus menghasilkan uang dan langsung bisa mengubah pola pikir para pembacanya. Itu yang tampaknya diinginkan oleh teman-teman saya tadi.

Membaca dari dan ke dalam diri (Foto: Ist.)

Tentu saja, saya hargai penilaian dari kedua teman saya tadi. Kritikan mereka, meski tidak ditopang dengan argumentasi yang meyakinkan, tetap patut diperhatikan. Bahwasannya, kita lah yang harus benar-benar mampu ‘meniupkan’ roh kegunaan dari setiap tulisan yang kita share.

Karena saya pikir, kalau kita menunggu dan menuntut efek praktis dan pragmatis dari sebuah tulisan, maka kapan kita bisa menuangkan ide dan atau gagasan dalam sebuah bahasa tulis? Apakah sebuah tulisan yang di-posting di media sosial harus membawa ‘manfaat praktis’ bagi para pembaca maupun pemostingnya?

Orang yang pesimis dengan ‘daya magis’ sebuah tulisan, sepertinya, karena memang dilatari oleh pengetahuan dan pemahaman yang terbatas soal kultur literasi sebagai warisan yang tak terhingga nilainya sampai detik ini.

Media sosial tak melulu soal fitnah, hoax dan hal-hal negatif lainnya. Media sosial bisa diisi dengan banyak hal yang membawa banyak dampak positif, yang seringkali tak bisa dipenuhi oleh media-media mapan.

Empati, kesetiawakawanan sosial, dan perkenalan baru dengan orang-orang baik, bisa lahir dan tumbuh dari percakapan via tulisan-tulisan di media sosial. Tulisan ini sekaligus juga tentang kemauan dan kemampuan kita semua, para pengguna media sosial, untuk memilih dampak positif dari penggunaan media sosial itu sendiri.

Mari kita jadikan media sosial sebagai tempat perjumpaan yang penuh dengan makna dan manfaat, baik jangka pendek maupun jangka panjang, bagi sesama. Pengguna media sosial yang berkualitas adalah pengguna media sosial yang menyajikan hal-hal yang berkualitas.

*) Anak muda Ngada, mencintai literasi dan tinggal di Ngada-Flores.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *