Puisi-puisi Marselus Natar*

Horizon Dipantara
Spread the love
(Foto: Ist.)

Deru Debu
Bila perjalanan adalah perjuangan
Izinkan aku sejenak menyingsingkan lengan
Merapikan langkah kaki yang kian lenggang ke persimpangan
Meluruskan tatapan mataku pada keterarahan di titik bidik tujuan
Lalu perlahan pasti meninggalkan jalan kemarin
Yang deru debunya masih terngiang di kemah ingatan
Dengan seribu satu kesan juga pesan

Melarung Kenangan
Di sudut ingatan
Jarum detik, menit dan jam termangu
Menghentikan laju hari yang larinya melampaui pikiran
Tak pelak desiran angin berubah sepi
Lambaian dedaunan pun berhenti
Debu-debu di jalanan enggan berlayar jauh dari tanah
Burung-burung beterbangan tanpa ciutan pun kepakkan sayap diaturnya sedemikian sehingga tiada suara terdengar
Semesta yang sejatinya fasih dengan kegaduh-riuhan mesti sunyi bagai rahim hutan belantara
Diam-diam dan pelan-pelan kuayunkan langkah pasti
Aku melarungkan kenanganku tanpa ada yang tahu
Kecuali aku juga Engkau

Getzemani
Keheningan itu melingkungi kening
Sementara hati bagai diiris berkeping-keping
Air mata di ambang sepanjang
Membendung bagai air pasang
Untuk apa datang bila tak diundang
Sementara kemah kian hari kian kehilangan pengunjung
Ranjang-ranjang terkulai kusam tanpa ada yang berkanjang
Sebab lalu-lalang pengunjung datang lalu pulang
Ladang-Mu serasa padang gersang
Benih-benih tumbuh lalu menguning
Dan, di sini aku pun enggan berpaling
Bertempur melawan pantang
Meraih janji-Mu nan gemilang
Seperti bait-bait ayat doa-Mu di Getzemani yang tenang
Cawan-Mu dibiarkan berpaling

Bejana
Di telapak tangan-Mu aku bagai bejana
Aku yang remuk dibentuk baik adanya
Dikebas-Nya dariku segala degil noda dosa
Melepaskanku dari lekat-rekat dusta nestapa
Tuhanku, tubuh ini adalah gundukan tanah yang fana
Tempat segala debu dan yang lata berada
Masakan mata-Mu tidak memandangku hina?

Siapa yang menyuruhku datang Kubiarkan waktu berlari berlalu
Tak kutemukan tapal jalan selayang pandang
Ini bukan perjalanan biasa sebab perkara bersenang-senang kukekangi dengan seribu satu pantangan
Segala nazar telah membelah angkasa
Langkahku adalah menjejal jejak keheningan
Tiada suara sapa dari siapa-siapa
Akh, siapa yang menyuruhku datang
Bila segala nada serta irama kata-kata kupendamkan
Akh, itu jalan Kau sediakan untuk siapa
Dalam langkah tergontai enggan kuberpaling
Sebelum meraba janggut dan rambut-Mu nan panjang

*) Penulis dengan nama lengkap Marselus Natar adalah seorang Rohaniwan Katolik. Sekarang menjadi guru magang di perbatasan Indonesia-Malaysia. Selain sebagai penulis, baik puisi maupun cerpen, ia juga seorang penikmat karya sastra karangan siapapun, penikmat kopi, singkong dan lagu dangdut. Kelima puisinya di atas diciptakannya di Rumah Retret Kemah Oesapa-Kupang, saat mengikuti kegiatan Retret tahunan bersama konfrater sepanggilannya pada bulan Juni 2019.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *