
Samurai selalu bertuan. Mereka adalah para kesatria yang menempuh jalan pedang. Kemampuan spesial itu mereka pakai untuk melindungi tuannya. Sudah tentu mereka adalah para jagoan. Mungkin lebih jago dari para tuannya.
Hidup para samurai itu, akan dirasa tak lagi berarti, manakala tuannya telah tiada. Kesatria yang tanpa tuan akan disebut sebagai ronin. Oleh sebab tanpa tuan, maka para ronin biasanya tak lagi dihormati. Mereka dianggap sebagai orang yang menghabiskan hidupnya dengan tanpa tujuan dan pengabdian.
Tak heran jika mereka lebih merelakan nyawa mereka sendiri untuk kelangsungan hidup sang tuan. Mereka lebih memilih mati sebagai samurai, ketimbang hidup sebagai ronin. Kelanjutan kisah sang tuan sama halnya dengan kelanjutan kisah mereka.
Kisah sejenis ini bisa kita jumpai dalam permainan catur. Betapapun hebatnya ster, loper, kuda ataupun benteng; betapapun berartinya pasukan pion; mereka semua mengabdi pada raja. Kematian raja adalah akhir dari pertarungan.
Sehingga, ster yang cemerlang itu seringkali dikorbankan manakala berada dalam situasi tertekan: skak-ster. Raja adalah kunci keberlangsungan kisah pertarungan catur. Tak pernah ada kisah pertarungan catur tanpa melibatkan raja.
Dua gambaran di atas, memantik rasa penasaran pada situasi hari-hari ini. Banalitas politik dan pertarungan para elit secara vulgar ditampilkan. Penyelenggaraan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, diisi dengan kegaduhan. Dan aneka tandingan.
Kalau merujuk pada dua gambaran di awal tadi, kegaduhan ini adalah saling berhadap-hadapan antara para samurai, atau saling‘cipok’ antar bidak-bidak catur. Tuan dari para samurai hanya menonton atau bermanuver di luar arena, sama halnya raja hanya bergeser selangkah demi selangkah di balik pertahanan yang digalang bidak-bidak di depannya.
Di situ kita bisa melihat bahwasanya pertarungan sebenarnya tak menjamin faedah bagi para pihak yang terlibat langsung. Ada orang lain yang dianggap lebih tinggi, yang ternyata mengambil keuntungannya. Dan bahkan, kemenangan sekalipun akan ditulis sebagai kisah tuan-tuan itu.
Seorang ahli pedang, bernama Musashi, mengatakan bahwa ahli pedang yang sejati tak akan mengalahkan lawannya dengan menggunakan pedang. Kemampuan menggali nilai-nilai dari jalan pedang itulah yang kelak akan menaklukkan lawan.
Dalam nada yang membanyol, Dzawin, seorang peserta Stand Up Comedy, pernah mengatakan perihal permainan catur yang diselesaikan bukan dengan cara saling mencipok. Tapi diakhiri dengan gaya musyawarah, dengan raja memimpin di depan bidak-bidak yang lain.
Mungkinkah hal-hal itu bisa terjadi di hari-hari ini? Oh maaf, tuan-tuan pemilik samurai ternyata bukan shogun atau kaisar; raja di arena catur pun ternyata dikendalikan oleh orang yang sedang memandangi papan catur.
Hancel Goru Dolu, 04 Desember 2016