Enam Tipe Pemimpin Menurut Pepatah Bajawa

Spread the love
Alfred B. Jogo Ena (Foto: Doc.ABJE)

Oleh: Alfred B. Jogo Ena*

Geliat dan keriuhan menjelang pemilihan kepala daerah, baik bupati maupun gubernur, di Indonesia umumnya dan di Nusa Tenggara Timur khusunya, mulai terasa. Keriuhan itu terutama oleh barisan pendukung setia dan bahkan fanatik dari para calon yang mulai “jualan” ke partai-partai politik agar segera meminang mereka. Tentu pinangan yang tidak gratis. Selama itu berjalan dalam koridor demokrasi yang dewasa, yang saling menghargai perbedaan tanpa harus “menelanjangi” kelemahan pribadi yang seharusnya menjadi ranah privat dan bukan ranah publik, sangatlah sejalan dengan arti demokrasi itu sendiri.

Kali ini saya mencoba mengupas secara singkat tentang tipe-tipe pemimpin menurut beberapa ungkapan dalam bahasa Bajawa. Bagi yang mempunyai pandangan, atau padanan dalam bahasa setempat (di NTT) silakan menerjemahkannya untuk mendukung jagoannya.

Tulisan ini tidak berpretensi untuk menunjuk pada figur tertentu, tetapi bermaksud memberi gambaran kepada pemilih untuk menentukan siapa pemimpinnya.

Ilustrasi Foto: IG culturengada

Pertama, “Nunu rada bata, fao masa kedhi banga” (arti harafiahnya: pohon beringin yang berada di ujung kampung, biasa gerbang kampung, menjadi tempat berteduh semua orang, baik besar maupun kecil).

Seorang pemimpin itu seorang pengayom, seorang figur yang bisa melindungi, mengayomi, menaungi semua orang. Sebagai pengayom dia tidak bisa pilih-pilih siapa yang menjadi rakyatnya. Bagai beringin yang tidak memilih burung manapun untuk bersarang atau manusia manapun untuk berteduh, seorang pemimpin harusnya demikian. Ia menjadi milik umum, sekalipun masuk dan berdiri lewat pintu partai tertentu.

Kedua, “Mosa lina, mosa meku dhapi mosa kisa” (mosa lina= pemimpin yang bersih dan adil; mosa meku= pemimpin yang lembut; mosa kisa= pemimpin yang bisa menengahi, adil).

Seorang pemimpin/kepala daerah dalam dirinya tersemat atribut sebagai mosa lina, mosa meku dan mosa kisa. Dan itu tergambarkan dengan jelas dalam sepak terjangnya selama ini di tengah-tengah masyarakat.

Pemimpin yang demikian sering disebut: “fiki ba nono dhiri, lina nga pia kisa,” pemimpin yang bisa menyingkirkan yang kotor ke pinggiran dan menempatkan yang jernih di tengah-tengahnya. Setiap keputusannya adalah untuk menegakan kebenaran bagi semua dengan menyingkirkan yang menghalangi kepentingan umum ke pinggiran atau dijauhkan dari kekuasaannya. Dalam konsep Ki Hadjar Dewantara, pemimpin model ini disebut ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Ia hadir di depan, di tengah, dan di belakang agar bisa menjadi mosa lina, mosa meku dan mosa kisa.

Ketiga, “Kezo uli, tange dala” (artinya memutar haluan sesuai arah yang tepat). Pemimpin tipe ini dipercaya sebagai pemimpin yang setia pada arah dan tujuan perjuangannya, yang seia sekata antara janji yang terukur dengan kenyataan yang bisa dikerjakan.

Pemimpin model ini, tidak suka basa basi, tidak suka mengumbar janji. Yang penting sudah terpilih, sekarang terserah gue itu bukan hasrat pemimpin seperti ini. Dia bukan pemimpin aji mumpung, yang lain janji lain pula perbuatannya. Dialah pemegang kendali arah kebijakan dan berjalannya sebuah daerah entah tingkat kabupaten, kota atau provinsi. Tentu ia membawa juga visi dan misi partai pendukungnya, tetapi tentu saja ketika menjadi pemimpin visi dan misi tersebut sudah menjadi milik bersama.

Keempat, “Mosa pado pera, mosa pera zala, mosa da dhanga na’a pata” (artinya, mosa pado pera=pemimpin yang bisa mengajar, bisa memberi teladan; mosa pera zala= pemimpin sebagai penunjuk jalan; mosa da dhanga na’a pata= pemimpin yang bisa menasihati dan mendidik, yang sinkron antara kata dan perbuatannya). Pemimpin model ini adalah pemimpin yang bisa menjadi teladan, panutan.

Pemimpin seperti ini dikenal dengan istilah: dia ngia moe ja’i pera wai, menari paling depan sebagai “patokan” bagi barisan penari di belakangnya. Seorang pemimpin itu diibaratkan sebagai pemimpin tarian ja’i yang lentur, yang bisa mengarahkan gerak dan gaya penari di belakangnya. Selentur-lenturnya pemimpin dia tetap seorang yang bisa memberikan teladan, yang teguh dalam prinsip dan lembut dalam cara penerapan.

Kelima, “Dia kisa sama saka woka, dia logo wi dho’o toko tengu” (dia kisa sama soka woka= di tengah seperti “pacul” yang membalik tanah; dia logo wi dho’o toko tengu= di belakang untuk memegang tengkuk, menahan beban di kepala).

Bagi masyarakat agraris di Ngada, ungkapan ini sangat jelas bahwa seorang pemimpin itu seperti seorang tukang cangkul yang berusaha menggemburkan tanah pertaniannya. Dan biasanya di desa, orang selalu bekerja sama secara bergotong royong. Maksudnya seorang pemimpin yang sukses dan berhasil itu selalu melibatkan banyak orang untuk maju bersama.

Untuk itu sang pemimpin biasanya memberikan contoh dengan teladannya sendiri. Kalau meminta warganya menanam pohon, maka ia sendiri sudah melakukannya untuk dirinya sendiri. Ketika meminta rakyatnya untuk hidup sederhana, dia sendiri bisa mencontohkan meski dia sangat kaya raya.

Keenam, “Bani moe lako witu, jota moe jara maka roga” (artinya berani seperti anjing berburu dan lincah seperti kuda yang berlari di atas bebatuan).

Pemimpin model ini adalah pemimpin yang berani mendobrak, bersikap luwes, bijaksana walaupun sulit dan ditentang banyak pihak. Kalau dia merasa apa yang dilakukannya untuk kemajuan warganya, dia akan konsisten dan berjuang hingga sukses.

Ilustrasi Foto: IG culturengada

Demikian beberapa ungkapan dalam bahasa Ngadha (Bajawa) yang menurut hemat saya cocok disematkan untuk calon pemimpin yang akan maju di pemilukada di Nusa Tenggara Timur dan Indonesia umumnya ke depan. Bagi orang Ngada juga Nagekeo dan mungkin juga kabupaten lain di seluruh NTT pasti sudah mulai menemukan pemimpinnya sebagaimana yang saya gambarkan di atas.

Selamat memilih jagoan Anda. Kesalahan Anda memilih hanya akan membuat Anda menyesal selama lima tahun ke depan.

*) Penulis adalah putera Nagekeo, dibesarkan dalam tradisi budaya Ngada di selatan kaki Gunung Inerie, dan saat ini menetap di Yogyakarta.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *