Diego Maradona dan Tuhan yang Kiri

Spread the love
Diego Armando Maradona (Foto: Ist.)

Oleh: Hancel Goru Dolu*

Gol terbaik abad 20 dibuat oleh pemain yang menggunakan kaki kiri. Itu pengakuan resmi dari organisasi sepakbola dunia FIFA, pada tahun 2002. Sebaliknya, mungkin pula, gol paling kontroversial di abad 20 dibuat oleh pemain dengan menggunakan tangan kiri. Sepasang gol kiri itu, menariknya, dibuat dalam satu pertandingan. Pelakunya pun orang yang sama. Nama lengkap pelaku kisah ajaib tersebut adalah Diego Armando Maradona.

Di Estadio Azteca Meksiko City ketika itu, 37 tahun silam, yakni 22 Juni 1986, Argentina berhadapan dengan Inggris di Perempatfinal Piala Dunia. Maradona memimpin tim-nya menghadapi bintang-bintang Inggris. Babak pertama berakhir imbang, berkat tangguhnya kiper beken Inggris, Peter Shilton. Atmosfer pertandingan itu sendiri, digambarkan panas, oleh karena dibayang-bayangi dengan kisah perang Malvinas.

Kisah Malvinas merupakan perang antara Inggris dan Argentina merebut Malvinas dan gugusan pulau di lepas pantai bagian selatan Argentina. Argentina mengklaim wilayah tersebut miliknya, merujuk pada wilayah Spanyol saat menguasai kawasan Latin tersebut. Inggris menyebut kawasan tersebut dengan nama Falkland dan merasa menguasai wilayah itu sejak abad 19.

Perang yang kemudian berlangsung selama 74 hari, sejak April sampai Juni 1982, berakhir dengan gugurnya 649 tentara Argentina dan 255 orang dari pihak Inggris, juga 3 orang asli Malvinas tewas. Argentina menderita kalah. Ingatan akan kekalahan tersebut masih segar di dalam memori kolektif rakyat Argentina saat kesebelasan kedua tim bertarung di Azteca. Bola lalu jadi medium tumpuan asa tuk menuntaskan dendam yang membara.

Di awal-awal babak kedua, tepatnya menit 51 dan 55, bekas bocah jalanan dari kota Buenos Aires Argentina itu menyihir dunia. Sendirian anak muda nakal itu membuat dua mahakarya yang kemudian abadi di sejarah sepakbola. Lazimnya mahakarya, tentu karya yang dihasilkannya merupakan sesuatu yang tak lazim.

Gol pertama dibuatnya dengan menggunakan tangan kirinya. Bukan hanya tak lazim sebenarnya, sebab itu jelas merupakan sebuah gol terlarang. Tangan, seperti hampir semua orang ketahui, adalah satu-satunya organ tubuh yang tak boleh dipakai dalam permainan sepakbola. Maradona membuktikan kenakalannya dengan dingin. Dia membuat sesuatu yang terlarang menjadi ikonik dan indah.

Kebengalannya kemudian dilanjutkan saat pertandingan usai. Di sesi wawancara, Maradona pun membawa nama Tuhan, terkait gol ‘cerdik’-nya itu. ”Gol itu terjadi berkat gabungan kepala saya dan bantuan tangan Tuhan,” katanya. Lagi-lagi tak lazim. Sebab, seperti aneka doktrin dalam konstruksi sosial umat manusia, hal-hal baik yang berhubungan dengan Tuhan, mestinya dilakukan oleh tangan kanan. Bukan tangan kiri, seperti yang dipakainya untuk menaklukkan Shilton.

Namun, kenakalan Maradona itu sungguhlah komplit. Histeria massa akan duel panas tersebut dan kontroversi gol pertamanya, kemudian dibasuhnya dengan gol yang kelak akan menjadi gol terbaik sepanjang masa versi FIFA. Empat menit setelah gol tangan Tuhan. Maradona berlari dari tengah lapangan dengan jarak tempuh 60 meter dalam durasi waktu 10 detik, memutar dan menari bersama 11 sentuhan bola, sendirian meliuk-liuk taklukkan gelandang dan para pemain belakang, hingga kiper Inggris memungut bola dari gawangnya.

Gary Lineker, striker Inggris di pertandingan tersebut, tak sadar bertepuk tangan menyaksikan dari dekat gol tersebut. Lineker yang akhirnya memperkecil kekalahan via gol di menit ke-80 pada pertandingan itu mengakui, itulah momen pertama dan satu-satunya dia memberikan applaus untuk lawan. Maradona memang penyihir melalui ajian kaki kirinya.

Sebelum ke Piala Dunia 1986, Maradona yang semusim membela Barcelona, juga pernah menyihir publik Santiago Bernabeu. Para pendukung Real Madrid berdiri dan bertepuk tangan mengapresiasi karya dan sentuhan midas-nya yang akhirnya membobol gawang Los Blancos. Maradona melakukannya jauh sebelum Ronaldinho dan kemudian Iniesta mendapatkan penghormatan yang sama di Bernabeu.

Belakangan, Maradona mengakui bila hal ikhwal Malvinas jadi spiritnya kala itu. “Kami seperti mengalahkan sebuah negara, bukan tim sepakbola. Walaupun sempat mengatakan tidak ada hubungannya dengan perang Malvinas, kami menyadari ada banyak anak-anak meninggal di sana. Mereka ditumpas bagai burung-burung kecil, inilah pembalasan kami,” ungkapnya.

Lukisan wajah Maradona (Foto: Ist.)

Sejarah hidup Maradona memang dekat dengan hal-hal yang anti arus utama. Dengan segala bakat besar yang dia punya misalnya, dia memilih bermain di klub semenjana miskin gelar seperti Napoli. Dia datang membangun harapan orang-orang Naples dan selatan Italia. Maradona seperti ingin menantang hegemoni tim-tim kaya dari utara.

Selain dikabarkan mempunyai relasi dengan kelompok mafia Camorra di Naples, Maradona juga akrab dengan obat-obatan terlarang dan jauh dari pola hidup ideal seorang atlet. Meski anti mainstream seperti itu, Maradona terbukti mampu mempersembahkan gelar, aneka rekor dan kebanggan buat Napoletani.

Setahun setelah membuat sepasang gol abadi di Azteca, Maradona melawat ke Kuba. Dan sejak saat itu, dia membangun persahabatannya dengan mendiang Fidel Castro, sang pemimpin revolusioner di kawasan Karibia itu. Bisa jadi dia belajar banyak hal dari Sang Comandante. Di lengan kanannya, Maradona mematrikan tattoo Che Guevara.

“Saya membawanya di lengan dan hati saya. Saya belajar sejarah tentangnya, saya belajar mencintainya. Saya berpikir, saya mengetahui kebenaran tentangnya,” komentar Maradona perihal Guevara, orang Argentina yang turut mengobarkan revolusi Kuba bersama Castro.

Dari Castro, Maradona akhirnya tak hanya berkubang pada romantisme kaki kiri dan tangan kiri. Dia mulai melebarkan perkawanannya dengan tokoh-tokoh kiri dunia seperti Chavez dari Venezuela ataupun Ahmadinejad dari Iran. Castro pulalah yang menyelamatkan hidup Maradona dari ketergantungan akan obat-obatan terlarang. Kuba memang memiliki warisan sistem kesehatan yang, mungkin, terbaik di dunia.

“Bertemu dengannya (Castro) seperti halnya menyentuh langit menggunakan tanganku. Apa yang telah dilakukannya padaku tak bisa digambarkan. Bersama Tuhan, dia adalah alasan saya masih hidup,” tutur Maradona tentang Castro, sosok yang wajahnya kemudian menghiasi kaki kiri Maradona dalam bentuk tattoo.

Di Azteca 37 tahun silam, Tuhan menjadi kiri dalam tangan Maradona. Di akhir karirnya, Tuhan hadir melalui tangan orang kiri, untuk menyelamatkan hidupnya. Tuhan ternyata masih ada bagi dewa yang memiliki pengikut dan gereja sendiri itu. Tuhan tetap ada buat santo Diego (Maradona), satu dari trinitas Argentina selain santa Evita (Peron) dan El Che (Guevara).

Demikianlah Maradona, sang pembuat sepasang gol abadi. 37 tahun silam, di stadion yang kini ada patung dirinya di halaman muka itu, Tuhan pernah hadir lewat tangan kirinya. Tangan yang menjadi simbol protes terhadap kemapanan status-quo.

*) Pengasuh rubrik “Coretan Belakang Gawang” media HorizonDipantara.com. Di-publish pertama kali pada 24 Juni 2017, sebelum sang legenda berpulang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *