Kekuasaan itu Genit dan Pandai Merayu, Benarkah?

Spread the love
Bonefasius Zanda (Foto: Doc. HD)

Oleh: Bonefasius Zanda*

Judul sekaligus pertanyaan di atas, untuk sementara bisa dijawab dengan beberapa contoh buruk di bawah ini. Ya, walaupun sudah berlalu, namun selalu menjadi trending topic dikalangan para pejabat negara.

Pertama, KPK menangkap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo bersama kru-krunya sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait perizinan tambak, usaha, atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya, tahun 2020.

Kedua, sikap tak terpuji Staf Khusus Presiden, Andi Taufan Garuda Putra, yang begitu percaya diri menerbitkan surat berlambang Garuda untuk meminta dukungan para camat agar membantu perusahaan pribadinya. 

Ketiga, Menteri Sosial Juliari Batubara yang sudah menjadi tersangka kasus Bansos covid-19.

Dari tiga realitas kasus di atas, saya pada akhirnya sungguh telah jatuh cinta dengan bapak bangsa terhebat bernama Juliari. Berikut alasannya. Melalui ajang Gatra Awards, bapak ini pernah dinobatkan menjadi Menteri Sosial yang inspiratif dan inovatif dalam peningkatan kesejahteraan rakyat melalui Program Jaring Pengaman Sosial. Hebat, bukan!

Bapak bangsa yang layak digugu ini juga pernah menjadi DPR RI 2 periode. Pada saat menjabat sebagai anggota DPR RI, beliau bertugas pada Komisi VI yang menangani Perindustrian, Investasi, Koperasi, UKM dan BUMN, Standarisasi Nasional serta Perdagangan.

Rupanya Bapak Mensos sedang bergenit ria dan sedang jatuh cinta dengan uang, pantas disematkan pada pundak beliau. Tak heran, ketika saya dan Anda sekalian membaca pada berbagai media, di sana tertulis jelas bahwa harta kekayaanya mencapai Rp 47,188 miliar.

Sumber ilustrasi foto: kibrispdr.org

Akhirnya, di penghujung ulasan khusus tentang Mensos yang maha besar ini, saya menganjurkan secara khusus kepada Presiden Jokowi agar sesegera mungkin untuk memberikan penghargaan tanda jasa kepada bapak Juliari Batubara, sebagaimana yang pernah diberikan kepada dua bapak bangsa termasyhur bernama Fadli Zon dan Fahri Hamzah.

Apakah kisah-kisah destruktif di atas layak dikategorikan sebagai kekuasaan yang genit dan pandai merayu? Jika jawabanya adalah tak genit, maka pertanyaan lanjutannya adalah mengapa Andi Taufan Garuda Putra yang masuk kategori kaya raya, Edhy Prabowo mantan prajurit dan pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Bidang Keuangan dan Pembangunan Nasional yang memiliki kekayaan 7 miliar, tak menolak permintaan Jokowi untuk menjadi Staf Khusus dan Menteri?

Mengapa juga Bapak Juliari Batubara yang katanya super duper kaya raya tak berani menolak jabatan Mensos yang ditawarkan Jokowi? Jika jawabannya adalah untuk mengabdikan diri demi kesejahteraan rakyat, lalu mengapa pada saat yang sama justru melabeli diri sebagai tukang korup?

Terhadap semua pertanyaan yang sungguh amat banyak ini, saya dan Anda sekalian tak perlu bingung untuk belajar mencari jawaban. Tak perlu. Karena memang sangat tak perlu. Toh, jawabannya cuma satu, yakni dalam kekuasaan selalu ada kegenitan. Kegenitan kekuasaan selalu pandai untuk merayu dan memakan banyak korban.

Saya tutup tulisan sederhana ini dengan sebuah kisah. Dulu, Prabowo, Susilo Bambang Yudhoyono dan Agus Harimurti Yudhoyono bersama kru-krunya menjadi kontra Jokowi. Namun saat ini sudah saling bergenit ria, bermesraan dan saling cinta satu sama lain, katanya. Terhadap semua yang sudah terjadi, biasanya ada statemen usang yang mulai digaungkan setinggi langit: “Ya, kami bersatu demi kesejahteraan rakyat.” Hiiiiiiiii.

Apakah kisah di atas masuk kategori kekuasaan yang genit dan pendai merayu, aku tak tahu. “Tanyakan pada rumput yang bergoyang saja,” kata Ebit.

Cukup dulu ya, gaes.

*) Penulis lepas dan pendidik pada lembaga pendidikan SMAK Regina Pacis Bajawa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *